...
Kabar Perempuan
Komitmen Berbagai Pihak Dalam Mendukung Penghapusan Kekerasan Seksual

Dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komnas Perempuan berkolaborasi dengan Grab Indonesia serta Tirto.id menggelar serangkaian Virtual Bootcamp yang bertujuan untuk mengkampanyekan kesadaran masyarakat terkait pentingnya perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan seksual termasuk dengan mendorong pengesahan RUU TPKS, di mana pada Kamis, 09 Desember 2021, diselenggarakan Virtual Bootcamp Sesi VI dengan tema “Peran Berbagai Pihak Mendukung Penghapusan Kekerasan Seksual” dengan mengundang tiga pembicara yakni Maria Ulfa Anshor (Komisioner Komnas Perempuan), Margareth Robin (Kementerian PPPA) serta Tirza Munusamy (Direktur Hubungan Pemerintahan Pusat dan Kebijakan Publik Grab Indonesia) dan dimoderatori oleh Made Anthony Iswara (Jurnalis Tirto.id).

Maria Ulfa Anshor, dalam pemaparan materinya, menyampaikan terkait Data Kekerasan Seksual dan Strategi Advokasi RUU TPKS, bahwa Data Komnas Perempuan selama 9 tahun sepanjang 2012 – 2020, CATAHU mencatat bahwa sebanyak 45.069 kasus kekerasan seksual, dimana data perkosaan yang terlapor langsung ke Komnas Perempuan rata-rata per tahun 309 kasus, jumlah ini merupakan fenomena gunung es dari situasi yang sesungguhnya karena dipastikan jumlah yang tidak terlapor lebih besar. Bahkan berdasarkan CATAHU 2021, ranah paling beresiko bagi perempuan mengalami kekerasan yaitu ranah personal, baik dalam perkawinan atau rumah tangga serta dalam hubungan pribadi/pacaran, yaitu sebesar 79% atau sebanyak 6.480 kasus, sedangkan pada tahun sebelumnya kasus KtP di ranah personal sekitar 75%, sehingga terjadi peningkatan 4% pada tahun 2020, baik kekerasan dalam bentuk fisik (31% atau 2.025 kasus), seksual (30% atau 1.938 kasus) maupun psikis (28% atau 1792 kasus) hingga ekonomi (10% atau 680 kasus).

Dalam hal ini Komnas Perempuan memiliki berbagai strategi seperti melalui Lobby, yakni dengan pimpinan DPR RI dan Panja RUU TPKS, pemerintah hingga perkuat dukungan CSO baik dari jaringan Lembaga Layanan Masyarakat, jaringan akademisi, Lembaga Keagamaan, hingga media mainstream. Terlebih Komnas Perempuan sebagai lembaga pengusul substansi materi dari RUU TPKS melalui pengajuan hasil kajian dan rumusan dalam naskah akademik yang dilengkapi draft RUU, berharap pada tahun 2021, RUU TPKS yang telah menjadi urgensi ini akan menjadi RUU inisiatif.

Menyambung dari pemateri sebelumnya, Tirza Munusamy dari Grab Indonesia menyampaikan bahwa komitmen dalam mendukung berbagai inisiatif terkait perlindungan terhadap perempuan, termasuk melalui komitmen keselamatan layanan Grab bagi perempuan, anak dan disabilitas, mengingat Grab didirikan untuk memberikan pelayanan transportasi yang aman, termasuk bagi perempuan dan kelompok rentan yang beraktivitas di ruang publik, di mana sejak awal Grab berinvestasi signifikan untuk pengembangan sistem keselamatan, seperti melalui share my ride maupun penyamaran nomor telepon sebagai bentuk komitmen layanan.

Sejak tahun 2018, Grab Indonesia aktif berkomunikasi dan bekerja sama dengan Komnas Perempuan untuk mendapatkan masukan dan bertindak nyata terkait upaya peningkatan keselamatan bagi perempuan. Dengan komitmen keselamatan komprehensif yang meliputi empat pilar yakni fitur teknologi seperti safety center, layanan pengaduan hingga verifikasi wajah, kemudian pilar seleksi dan onboarding melalui identifikasi calon mitra pengemudi hingga pembekalan online, pilar pencegahan melalui pelatihan HAM, gender seksualitas dan kekerasan seksual, sosialisasi di komunitas mitra hingga virtual bootcamp, serta pilar penanganan seperti pelatihan penerima pengaduan yang melibatkan Yayasan Pulih hingga dukungan resolusi bagi korban baik hak bantuan hukum maupun pemulihan psikososial melalui jejaring Forum Pengada Layanan, yang menjadi bukti bahwa inklusifitas gender terhadap perempuan oleh Grab Indonesia cukup dalam semangatnya. Dalam hal ini, tentunya Grab menjalin kemitraan strategis baik dengan Kementerian PPPA, KPAI, Forum Pengada Layanan hingga jaringan kelompok rentan.

Sepakat dengan para pembicara sebelumnya, Margareth Robin dari Kementerian PPPA, selaku pembicara ketiga menyampaikan bahwa fenomena kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia berdasarkan SPHPN 2016, menyatakan bahwa 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan oleh pasangan dan selain pasangan dalam hidup mereka. Sehingga komitmen Kementerian PPPA dalam perlindungan perempuan dan anak diwujudkan melalui pengembangan sistem pencegahan, penanganan, serta pemberdayaan. Termasuk melalui strategi penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak seperti dengan penguatan regulasi, pencegahan secara masif, penyediaan layanan kepada korban, penguatan kelembagaan, peningkatan sistem pencatatan dan pelaporan, monitoring dan evaluasi, pengembangan model pemberdayaan, hingga sinkronisasi kebijakan antar kabupaten dan daerah. Meskipun dalam pelaksanaan masih mengalami berbagai kendala dikarenakan tidak semua korban berani melaporkan, belum komprehensifnya aturan hukum di Indonesia, belum tersedianya fasilitas yang memadai, budaya hukum masyarakat yang terkadang masih menimbulkan reviktimisasi bagi korban, namun peningkatan perlindungan dan pemulihan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan terus diupayakan oleh Kementerian PPPA, termasuk dengan adanya Layanan Rujukan Akhir yang diperuntukkan bagi korban yang membutuhkan dukungan, yang dijalankan berdasarkan pelayanan yang konkret, terukur dan berkesinambungan dan tentunya membutuhkan koordinasi di tingkat nasional, provinsi, negara, serta antar instansi lembaga secara multisektoral demi memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Maka dari itu, terobosan hukum untuk pencegahan serta penanganan kasus kekerasan seksual masih perlu untuk terus diupayakan oleh berbagai pihak, untuk memberikan keadilan bagi korban dan menjamin terlaksananya kewajiban negara dalam pemenuhan hak-hak perempuan.


Pertanyaan / Komentar: