Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas dan sosialisasi mekanisme respons cepat untuk pelindungan pembela HAM selama dua hari di Jakarta. Kegiatan yang berlangsung pada 3-4 Oktober 2024 ini bertujuan memperkuat pemahaman dan keterampilan petugas pengaduan dari ketiga lembaga tersebut dalam merespons kasus kekerasan terhadap pembela HAM serta memperkenalkan mekanisme respons cepat kepada organisasi masyarakat sipil.
Pada sambutannya, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menyampaikan harapannya terkait kegiatan peningkatan kapasitas dan sosialisasi mekanisme respons cepat ini.
“Peningkatan kapasitas dan sosialisasi ini tentunya kita harapkan menjadi sebuah alat yang memungkinkan kita secara lebih nyata bisa memberikan perlindungan bagi pembela HAM”, terang Andy.
Andy juga berharap sosialisasi bagi masyarakat sipil dapat menjadi ruang untuk mendapatkan masukan untuk menguatkan mekanisme respons cepat dan di saat yang bersamaan juga bisa membangun kerja bersama lintas pihak. Bukan saja di tiga lembaga yang menjadi pengampu mekanisme respons cepat, tetapi juga kawan-kawan masyarakat sipil.
Peningkatan Kapasitas bagi Petugas Pengaduan di Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan LPSK
Kegiatan peningkatan kapasitas dilaksanakan pada 3 Oktober 2024 dengan peserta petugas pengaduan di tiga lembaga yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komnas Perempuan, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Pada kegiatan ini, terdapat tiga materi utama yang disampaikan sebagai bekal bagi petugas pengaduan untuk menerima kasus yang dialami pembela HAM. Materi pertama tentang konsep pembela HAM disampaikan oleh Syahrial Martanto, Tenaga Ahli LPSK, dengan fasilitasi dari Saefudin Amsa dan Ainul Yaqin dari Protection International. Dalam materi ini, Syahrial membahas definisi pembela HAM , alur mekanisme respons cepat, indikator kedaruratan, dan durasi penanganan kasus. Sementara sada sesi praktik, Saefudin Amsa dan Ainul Yaqin melatih peserta untuk melakukan verifikasi kasus dan identitas serta kedaruratan kasus yang dialami pengadu.
Materi kedua mengenai Konsep Keamanan Pembela HAM disampaikan oleh Theresia Iswarini Komisioner Komnas Perempuan dan difasilitasi oleh Muhammad Syamsul Muarif dari Protection International. Pada kesempatan ini Theresia menyampaikan pentingnya memahami peran peserta di mana di satu sisi merupakan pembela HAM, namun di sisi lain juga merupakan seorang penerima aduan yang perlu memastikan keamanan pembela HAM, keluarga pembela HAM, lembaga pembela HAM, serta keamanan kolektif. Theresia juga menyampaikan prinsip pengembangan perlindungan pembela HAM yang sensitif gender serta kapasitas yang penting dimiliki oleh pembela HAM dan penerima aduan. Sementara itu, Syamsul Muarif membantu peserta untuk lebih memahami ancaman dan insiden keamanan serta mengidentifikasi fakta, pola, tujuan, serta sumber ancaman.
Materi ketiga mengenai identifikasi kebutuhan khusus pembela HAM disampaikan oleh Hari Kurniawan, Komisioner Komnas HAM, dengan difasilitasi Dewi Kanti, Komisioner Komnas Perempuan. Hari menekankan pentingnya pengaduan dan penanganan kasus yang inklusif bagi pembela HAM melalui profile assesment.
Sosialisasi Mekanisme Respons Cepat Bersama Organisasi Masyarakat Sipil
Sosialisasi mekanisme respons cepat dilaksanakan pada 4 Oktober 2024 di kantor LPSK. Kegiatan ini dihadiri oleh petugas pengaduan di tiga lembaga dan perwakilan organisasi masyarakat sipil. Bahrul Fuad Komisioner Komnas Perempuan dan Anis Hidayah Komisioner Komnas HAM pada kesempatan ini memberikan pengantar sebelum kegiatan ini dimulai. Pada pengantarnya Bahrul Fuad menyampaikan bahwa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Komnas Perempuan tidak dapat berjalan sendirian. “Kami percaya dalam mengemban tugas pelayanan kepada masyarakat tidak bisa berjalan sendirian tetapi akan membutuhkan partisipasi dan kerjasama dari semua stakeholder khususnya kelompok masyarakat sipil” Ungkap Bahrul Fuad
Sepakat dengan yang disampaikan Bahrul Fuad, Anis Hidayah juga menyampaikan terkait pentingnya kerjasama lebih luas dalam penanganan kasus pembela HAM dan berharap adanya perluasan lembaga nasional yang terlibat dalam mekanisme respons cepat ini. “Pengalaman Komnas HAM menangani kasus kriminalisasi, intimidasi terhadap pembela HAM terutama Perempuan pembela HAM itu membutuhkan kerjasama yang lebih luas termasuk Kompolnas dan KPAI. Sehingga mungkin kedepan perluasan itu penting untuk kita lakukan” Terang Anis.
Soasilisasi mekanisme resposns cepat ini dilakukan dengan dua metode. Pertama yaitu diskusi panel dengan paparan materi yang disampaikan oleh Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan LPSK. Kedua yaitu simulasi mekanisme respons cepat bersama antara petugas pengaduan di tiga lembaga dan perwakilan organisasi masyarakat sipil. Pada sesi diskusi panel materi pertama mengenai perjalanan mekanisme respons cepat dan mengapa mekanisme ini penting disampaikan oleh Bahrul Fuad Komisioner Komnas Perempuan. Materi kedua mengenai bentuk dan alur mekanisme respons cepat disampaikan oleh Syahrial Martanto, Tenaga Ahli LPSK. Materi ketiga mengenai hasil, catatan, dan temuan uji coba mekanisme respons cepat disampaikan oleh Anis Hidayah Komisioner Komnas HAM. Diskusi panel ini dimoderatori oleh Fadillah Adkiras yang merupakan seorang Badan Pekerja di Komnas Perempuan.
Pada sesi tanya jawab dan diskusi, Komnas Perempuan, Komnas HAM, dan LPSK menerima pertanyaan serta masukan untuk penguatan mekanisme respons cepat ini. Beberapa hal yang menjadi sorotan masyarakat sipil diantaranya mengenai durasi kecepatan penanganan, spesifikasi pelindungan bagi pembela HAM, serta internalisasi pengetahuan mekanisme respons cepat bagi seluruh pekerja di masing-masing lembaga. Ketiga lembaga dalam hal ini menerima masukan yang disampaikan dan akan mendiskusikan masukan yang disampaikan oleh peserta.
Selain diskusi panel, petugas pengaduan dari tiga lembaga dan perwakilan masyarakat sipil juga melakukan simulasi pengaduan kasus pembela HAM. Pada sesi simulasi, peserta dibagi dalam empat kelompok untuk mendiskusikan studi kasus yang diberikan panitia. Setiap kelompok terdiri dari petugas pengaduan dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, serta perwakilan organisasi masyarakat sipil. Pada sesi simulasi, petugas pengaduan diminta untuk berperan sebagai petugas pengaduan, sementara perwakilan organisasi masyarakat sipil sebagai pembela HAM yang mengalami kekerasan, maupun pendamping pembela HAM. Simulasi ini diharapkan dapat menguatkan keterampilan praktis petugas pengaduan dan di saat yang sama menguatkan pemahaman organisasi masyarakat sipil terkait alur penanganan kasus pembela HAM termasuk aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam mekanisme respons cepat ini. Setelah sesi simulasi, setiap kelompok diminta untuk memaparkan hasil diskusi dan refleksinya terkait proses simulasi yang dilakukan.
Setelah sesi refleksi, kegiatan ditutup oleh Sri Suparyati, Komisioner LPSK. Pada kesempatan ini Sri berharap dalam perjalannya mekanisme respons cepat ini dapat memberikan terobosan-terobosan dalam memberikan pelindungan yang lebih efektif kepada pembela HAM, mengingat pembela HAM merupakan subyek yang cukup sepesifik dan membutuhkan mekanisme khusus untuk pelindungannya.
Komnas Perempuan mengapresiasi antusiasme petugas pengaduan di tiga lembaga serta perwakilan organisasi masyarakat sipil dalam memberikan masukan untuk penguatan mekanisme respons cepat ini. Melalui upaya ini, semoga kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi para pembela HAM, karena pembela HAM adalah pilar penting dalam memperjuangkan hak-hak kita semua.