...
Kabar Perempuan
Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Lestarikan Keragaman Busana Nusantara di Hari Konstitusi Republik Indonesia



Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memperingati Hari Konstitusi dengan mengadakan webinar bertajuk “Membaca Karakter Bangsa melalui Keberagaman Busana Perempuan Nusantara, Kamis, (18/8/2022). Webinar ini merupakan bagian dari Kampanye Bhinneka yang diselenggarakan Komnas Perempuan setiap tahun sejak tahun 2012 dan dihadiri oleh masyarakat umum, khususnya kalangan akademisi serta jaringan masyarakat sipil

 

Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Veryanto Sitohang  mengatakan dalam sambutannya bahwa memperingati Hari Konstitusi sebagai bentuk peneguhan komitmen kita agar mempertahankan Konstitusi sebagai dasar negara yang dapat menyatukan warga negara yang beragam. Namun kita juga mencatat bahwa di tengah-tengah kehidupan kita, ada upaya penyeragaman busana berbasis identitas agama atau keyakinan tertentu yang berpotensi melahirkan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Penyeragaman busana tersebut dilegitimisi melalui kebijakan.

 

Ketua Gugus Kerja Perempuan dan Kebhinekaan Imam Nahe’I dalam kesempatan yang sama menyinggung mengenai pembatalan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang isinya menegaskan bahwa keputusan untuk berseragam dengan atau tanpa kekhususan agama adalah sepenuhnya hak individu setiap guru, murid, dan orang tua. Menurutnya pembatalan ini telah menguatkan politik identitas di Indonesia.

 

Politik identitas dengan membawa ideologi agama tertentu makin menguat di Indonesia. Paska pembatalan SKB 3 menteri soal busana itu, ternyata kebebasan peserta didik di beberapa perguruan tinggi di sekolah-sekolah itu mulai dibatasi juga. Maka banyak pelanggaran-pelanggaran yang muncul tentang pemaksaan-pemaksaan busana,” tutur Nahe’i.

 

Ketua Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika, Nia Sjarifudin menghimbau agar setiap pihak dapat menghormati keberagaman yang ada di Indonesia. Dalam paparannya Nia juga menyangkan adanya upaya-upaya pengkategoriaan pemakaian busana adat sebagai bentuk pornografi. Ia menyadari adanya kekuatan transnasional yang mulai masuk ke dalam pola kebijakan negara dengan usaha menyeragamkan budaya. Upaya-upaya pemaksaan penyeragaman busana ini dipandangnya sebagai upaya pelemahan kebhinekaan.

 

Melok Besari dari Komunitas Cinta Budaya Nusantara melihat fenomena penyeragaman ini sebagai persoalan serius dan dapat berdampak pada hilangnya identitas bangsa. Ia menghimbau untuk pemerintah dapat menindak tegas segala bentuk diskriminasi, khususnya pemaksaan berbusana.

 

Lakukan tindakan, teguran atau apapun juga dalam memerangi diskriminasi, terutama di dalam lembaga Pendidikan,” ujarnya.

 

Sesungguhnya di Indonesia sudah banyak peraturan atau perundang-undangan yang mendukung hak-hak konstitusi perempuan, termasuk dalam berbusana. Hal tersebut disampaikan oleh Pamong Budaya Ahli Muda Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) Mery Brillianty.

 

Mengenai aturan di sekolah pun, Mery menyebut ada aturan Permendikbud No.45 Tahun 2014. Seragam sekolah dibagi menjadi tiga, yakni seragam nasional yang warnanya sesuai dengan tingkatan jenjang pendidikan, seragam muslim, dan seragam khas sekolah yang bisa disesuaikan dengan karakteristik dan nilai di sekolah masing-masing.

 

“Batasan dalam berseragam adalah aturan sekolah yang ditujukan untuk ketertiban, kenyamanan, kesetaraan, dan tidak ada perbedaan atau diskriminasi. Jangan sampai lembaga sekolah melakukan diskriminasi, melakukan pemasaksaan terhadap siswanya,” kata Mery.

 

Mery setuju untuk menindak tegas segala bentuk diskriminasi termasuk dalam berbusana. Bila terjadi tindak pemaksaan seragam di sekolah, Kemdikbudristek menyediakan info layanan pengaduan masyarakat yang tersedia di website resmi kemdikbud.go.id. [EF]


Pertanyaan / Komentar: