Pada Senin, 4 Juni 2018, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) berdialog bersama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pada pertemuan tersebut Komnas Perempuan diwakili oleh komisioner dari Subkomisi Pendidikan: Nina Nurmila (Ketua) dan Masruchah (Anggota) bersama dua Badan Pekerja yaitu Koordinator dan Asisten Divisi Pendidikan. Sementara itu, BSNP diwakili oleh Bambang Suryadi, Ph.D (Ketua), Dr. Ir. Kiki Yuliati, M.Sc (Sekretaris) dan beberapa anggota BSNP: Prof. Zaki Su’ud, Teuku Ramli Zakaria Ph.D, dr. Rr. Titi Savitri Prihatiningsih Ph.D, dan Ir. Djoko Luknanto Ph.D.
Pertemuan ini merupakan pertemuan pertama dengan tujuan melakukan penjajakan kerjasama dalam integrasi Hak Asasi Manusia Berperspektif Gender (HAM-BG) ke dalam Badan Standar Nasional Pendidikan. Selain itu, pertemuan ini juga menjadi ruang untuk saling mengenal masing-masing tanggung jawab dan perannya sebagai lembaga negara yang independen.
HAM dan Gender merupakan bagian yang diperhitungkan dalam membuat standar pendidikan nasional. Misalnya dalam standar sarana dan prasarana, penyediaan fasilitas toilet mempertimbangkan kebutuhan perempuan,” ungkap Ketua BSNP. Dalam standar isi, HAM dan Gender biasanya dimasukan di pelajaran agama, budaya, dan budi pekerti. Sedangkan dalam standar kompetensi lulusan, misalnya adalah sikap hormat menghormati dan menghargai perbedaan.
Komnas Perempuan mengapresiasi surat edaran BSNP No.0016/SDAR/BSNP/IV/2013 tentang Strategi Mengatasi Permasalahan yang Muncul Selama Pelaksanaan UN 2013 yang didalamnya mengatur bahwa siswa hamil berhak mengikuti Ujian Nasional. BSNP menegaskan bahwa UN adalah hak segala siswa selama memenuhi prasyarat administrasi walaupun sedang berada di Lembaga Pemasyaratan atau mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Namun hal yang juga perlu disadari bahwa kriteria lulus dikembalikan lagi pada satuan pendidikan masing-masing khususnya Kepala Sekolah dengan mempertimbangkan: 1) Siswa selesai mengikuti semua proses pendidikan; 2) Siswa mendapat nilai minimal baik dari aspek moral dan kepribadian; 3) Siswa lulus dalam standar nilai USBN. Menurut Komnas Perempuan, aspek moral dan kepribadian perlu ditelisik kembali, karena dari hasil temuan Komnas Perempuan siswa yang mengalami KTD adalah korban yang perlu mendapat perlindungan dan pemulihan.
Di akhir pertemuan, Ketua BSNP kembali menegaskan bahwa dalam standar nasional pendidikan yang telah dikembangkan BSNP sudah memasukkan HAM-BG, namun pada implementasinya tergantung pada Direktorat, Dinas Pendidikan, dan satuan pendidikan masing-masing. BSNP juga terbuka untuk bekerjasama dengan Komnas Perempuan agar integrasi HAM-BG dapat terjadi secara menyeluruh untuk melengkapi apa yang telah dilakukan oleh Komnas Perempuan, seperti peningkatan kapasitas guru-guru tentang HAM BG. Walau masa kerja anggota BSNP periode ini akan berakhir di Agustus 2018, namun Komnas Perempuan optimis di periode yang akan datang kerjasama yang lebih konkret dapat terjalin *)