Kabar Perempuan
Komnas Perempuan Berdialog dengan DPRD Kota Medan tentang Memorialisasi 25 Tahun Tragedi Mei 98
Komnas Perempuan kembali melakukan kunjungan kerja ke kota Medan, Sumatera Utara. Kunjungan kerja ini berkenaan dengan agenda peringatan 25 Tahun Reformasi, Memorialisasi Tragedi Mei 98. Medan adalah salah satu kota besar di Indonesia, wilayah terjadinya Kerusuhan Mei 98. Agenda yang dilakukan Komnas Perempuan yakni membangun dialog dengan DPRD Kota Medan, selaku penyelenggara Pemerintahan di kota Medan.
Selasa, 2 Mei 2023, Komnas Perempuan berkesempatan untuk berdialog dengan Ketua DPRD Kota Medan, Hasyim, SE. beserta jajarannya di gedung DPRD Kota Medan. Komnas Perempuan yang diwakili oleh Komisioner Veryanto Sitohang Komisioner Bahrul Fuad, dan Badan Pekerja Siti Cotijah, hadir bersama tiga mitra lainnya yakni Dr. Rosramadhana, M.Si. (Akademisi UNIMED), Ferry Wira Padang (Dewan Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan) dan Carolina Simanjuntak (Program Officer Aliansi Sumut Bersatu).
Veryanto Sitohang menyampaikan sejak tahun 2020, Komnas Perempuan telah menelurusi jejak Tragedi Mei 98 di Kota Medan. Informasi yang dikumpulkan oleh Komnas Perempuan menunjukkan bahwa, peristiwa di Medan tidak hanya meliputi penjarahan, kerusuhan, namun juga terjadi kekerasan seksual. Khususnya kekerasan yang dipicu oleh politik identitas yang menyasar etnis Tionghoa, telah mengakibatkan para korban trauma dan terpaksa bungkam.
Tahun ini, tepat peringatan 25 Tahun Reformasi, memorialisasi Tragedi Mei 98 sedang dibangun di UNIMED sebagai lokus terjadinya kekerasan seksual.
“Kekerasan seksual di kampus saat Mei 98, telah membangunkan jiwa kemahasiswaan saya untuk menolak lupa. Maraknya tindak kekerasan seksual hingga saat ini, mendorong UNIMED untuk melakukan pencegahan dengan membangun monumen Tragedi Mei 98, serta membentuk Satgas PPKS,” ujar Rosramadhana.
Pemerintah Indonesia melalui Pidato Presiden RI Joko Widodo, menyatakan penyesalan mendalam atas terjadinya 13 kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu di Indonesia termasuk peristiwa Kerusuhan Mei 98. Presiden akan mengupayakan penyelesaian yudisial dan non yudisial dalam rangka memenuhi hak-hak korban, membuat memorialisasi untuk mencegah keberulangan persitiwa pelanggaran HAM.
Penting diingat bahwa selain merawat ingatan dengan memorialisasi Tragedi Mei 98, kita juga mesti jeli melihat situasi untuk mencegah keberulangan. Tahun-tahun politik, hingga waktu Pemilihan Umum Presiden 2024 adalah masa krusial dimana politik identitas seringkali digunakan demi merebut suara masyarakat. Praktik ini harus diwaspadai, karena selain mengancam keutuhan bangsa, politik identitas cenderung menyasar kelompok rentan seperti perempuan dan kaum minoritas.
“Terlebih layanan dan dukungan terhadap perempuan korban kekerasan masih minim di Medan. Layanan pemulihan, ketersediaan rumah aman dan pendampingan hukum masih sulit diakses korban. Padahal kebutuhan ini mendesak, terutama yang nyawanya terancam,” ucap Fery Wira Padang.
Bahrul Fuad menambahkan DPRD Kota Medan dapat memberikan perhatian khusus pada kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan kelompok rentan disabilitas. Bisa melalui kebijakan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan sosialisasi ke publik yang dapat dikerjasamakan dengan Komnas Perempuan.
Menananggapi penyampaian Komnas Perempuan, Hasyim, Ketua DPRD Kota Medan, mengucapkan terima kasih atas informasi yang disampaikan Komnas Perempuan bersama mitranya. Ia menyatakan bahwa tindakan-tindakan intoleran, terutama jelang politik mesti dievaluasi dan ditindaklanjuti.
Terkait dengan Tragedi Mei 98, peristiwa yang traumatik serta membekas sebenarnya banyak dialami oleh warga Medan, terutama etnis Tionghoa di wilayah tertentu. Namun para korban bungkam karena takut dan dianggap aib.
Sementara itu, untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan akan baik jika Medan memiliki regulasi atau Peraturan Daerah (Perda) tentang pelindungan perempuan.
“DPRD Kota Medan berharap bisa bekerjasama dengan Komnas Perempuan untuk menyusun Perda Pelindungan Perempuan. Kami juga ikuti pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan masih tinggi. Maka, regulasi tingkat daerah perlu mengatur agar melindungi dan memfasilitasi korban-korban,” ungkap Hasyim.
Terakhir, kerja sama yang dapat dilakukan DPRD Kota Medan adalah melakukan kampanye pencegahan kekerasan terhadap perempuan di media sosial.