Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menerima audiensi Forum Masyarakat Pemantauan Indonesia Inklusif Disabilitas (FORMASI) di Ruang Persahabatan Komnas Perempuan, Rabu (4/1/2023). Tujuan audiensi tersebut adalah untuk bersilaturahmi sekaligus membicarakan peluang kerjasama pada upaya pemenuhan dan pemajuan hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia, khususnya perempuan dengan disabilitas.
Mewakili FORMASI hadir Nur Syarif Ramadhan, Aulia Amin, Ranie A.H, dan Andri Kasri Unru. Sementara dari Komnas Perempuan hadir Komisioner, Rainy M Hutabarat, Wakil Ketua, Mariana Amiruddin, Sekretaris Jenderal, Heemlyva Artie D. Danes, serta dua badan pekerja Elsa Faturahmah dan Siti Cotijah.
Dalam perkenalan, Ranie menjelaskan profil FORMASI serta misi pembentukannya.
“FORMASI Disabilitas merupakan wadah jaringan bagi organisasi maupun individu yang peduli terhadap isu tentang pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Program FORMASI di antaranya, melakukan pemantauan secara kolektif atas pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas sebagaimana diamanatkan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas dan UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disbilitas. Terbentuk pada Mei 2021 kemarin,” jelas Ranie
Saat ini FORMASI sudah memiliki anggota yang tersebar di 30 provinsi di Indonesia. Hal tersebut menjadi modalitas sosial untuk membangun kolaborasi strategis sebagai mitra Komnas Perempuan dalam melakukan pemantauan atau kajian tentang pemenuhan hak penyandang disabilitas.
“Kami sebagai orang-orang di lapangan bisa memperkuat data yang dibutuhkan Komnas Perempuan dalam menyusun Catatan Tahunan (CATAHU) atau kajian sebagai bahan advokasi hukum dan kebijakan untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan disabilitas termasuk aspek pencegahannya,” kata Ranie.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, mengatakan bahwa Komnas Perempuan terbuka bagi kolaborasi strategis, terutama dalam hal kerja-kerja pemantauan untuk pencarian fakta yang membutuhkan mitra kerja di lokasi tertentu dengan keahlian pada isu masing-masing termasuk disabilitas. Mariana berharap kolaborasi dapat memberikan data yang lebih komprehensif terkait tren isu perempuan disabilitas yang belum banyak diketahui publik, yang ke depannya dapat menjadi bahan advokasi undang-undang.
Komisioner Komnas Perempuan, Rainy M Hutabarat juga mengajak FORMASI untuk turut memantau perda-perda terkait disabilitas yang belum selaras dengan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas dan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
“Kita bisa bergandengan, Komnas Perempuan, Komisi Nasional Disabilitas dan FORMASI untuk pemantauan perda-perda diskriminatif terhadap penyandang disabilitas atau belum mengintegrasikan perspektif disabilitas,” tutur Rainy.
Dalam pertemuan ini juga dibahas kelompok rentan, yakni perempuan dan anak disabilitas dalam konteks bencana dan konflik sosial, perempuan lansia penyandang disabilitas, serta perempuan hamil dan menyusui penyandang disabilitas. Kelompok rentan ini perlu mendapat perhatian khusus. Selain itu, juga pekerja migran yang mengalami penyiksaan dan kekerasan yang akhirnya menjadi penyandang disabilitas.