Komnas Perempuan dan Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) berdialog tentang situasi, kerentanan dan permasalahan yang dihadapi oleh perempuan dengan HIV/AIDS (PDHA). Dialog tersebut dilakukan saat kunjungan IPPI bersama organisasi-organisasi yang terhimpun dalam simpul “Puan Lingkar HIV” ke kantor Komnas Perempuan pada Kamis, 16 Februari 2023. Puan Lingkar HIV terdiri dari organisasi Suar Perempuan Lingkar Napza Nusantara (SPINN-Womxn Voice), Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI), Jaringan Transgender Indonesia (JTI), Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) dan Inti Muda Indonesia.
Ayu Oktariani, Koordinator Nasional IPPI menyampaikan bahwa temuan IPPI di lapangan, terutama pengalaman organisasi yang tersebar di 28 provinsi, dalam upaya penanggulangan HIV, perempuan mendapat tempat serta perhatian yang sangat kecil. Mulai dari kebijakan hingga pelaksanaannya. Padahal perempuan juga merupakan bagian penting dari komunitas dan masyarakat. Termasuk para perempuan di lingkar HIV, mereka diantaranya adalah remaja perempuan, perempuan pekerja seks, perempuan pengguna NAPZA, dan transpuan.
“Anggota IPPI terdiri dari 90% perempuan dengan HIV dan sisanya adalah pasangan dari penderita HIV yang meliputi sekitar 900 sampai dengan 1000 orang anggota. Belum komprehensifnya aturan dan layanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah terhadap PDHA, tidak hanya semakin meresikokan mereka terhadap stigma, diskriminasi serta kekerasan, namun juga mengakibatkan persoalan dalam penanggulangan HIV/AIDS terus bergulir,” ungkap Ayu.
Berdasarkan Catatan Puan Lingkar HIV pada triwulan kedua tahun 2022, jumlah kumulatif orang dengan HIV yang dilaporkan sampai dengan September 2022 sebanyak 338.760 orang. Sedangkan jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan Juni 2022 sebanyak 140.024. Dimana pada periode April-Juni 2022, jumlah laki-laki sebanyak (69%) dan perempuan (31%).
Menanggapi catatan dan pengalaman Puan Lingkar HIV, Komnas Perempuan mengungkap bahwa PDHA adalah isu yang turut menjadi perhatian di lembaga. Terutama di daerah, seperti Papua, situasi PDHA korban kekerasan terus berada dalam kondisi tidak setara, terstigma dan penuh kekerasan, terutama dalam masa pandemi. Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendorong adanya kebijakan layanan terintegrasi bagi perempuan hidup dengan HIV/AIDS (PDHA) yang juga mengalami kekerasan.
Tahun 2019, Komnas Perempuan telah menerbitkan Risalah Kebijakan Perempuan dengan HIV/AIDS "Lingkaran Kekerasan Seksual dan Kerentanan Atas Hak Hidup" yang utamanya ditujukkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Kementrian Koordinator Bidang Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Sementara, di tahun 2021-2022 Komnas Perempuan memberikan perhatian khusus pada upaya pengembangan kebijakan layanan terintegrasi di Papua dan Papua Barat, yang dikenali tinggi kekerasan terhadap perempuan dan keterpaparan HIV/AIDS. Komnas Perempuan juga telah menerbitkan Modul Pelatihan Penanganan Berperspektif Gender dan HAM untuk Perempuan Korban dan dengan HIV/AIDS dalam Konteks Migrasi.
Satyawanti Mashudi, Komisioner Komnas Perempuan menyampaikan bahwa tahun 2023 Komnas Perempuan akan melakukan pemantauan untuk beberapa isu terkait perempuan, yang salah satunya adalah penolakan hukuman mati dan penyiksaan, untuk melihat dan melaporkan situasi perempuan di dalam tahanan.
“Terkait layanan kesehatan bagi PDHA, data kasus kekerasan terhadap PDHA di CATAHU Komnas Perempuan sudah ada sejak tahun 2015, namun saat ini jumlah yang dilaporkan belum begitu banyak,” ucap Satyawanti.
Berkenaan dengan isu tersebut, Komnas Perempuan juga menyoroti pemaksaan kontrasepsi bagi perempuan salah satunya PDHA, dan menindaklanjutinya melalui dialog dengan Kemenkes RI. Komnas Perempuan meminta Kemenkes memperhatikan UU TPKS, agar Nakes tidak melakukan kriminalisasi atas tindakan tersebut.
Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan mengingatkan bahwa penting untuk memastikan Ditjen Pemasyarakatan terkait kesediaan Nakes di lapas, selain menjamin ketersediaan ARV bagi PDHA. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah menggalakkan kampanye bersama untuk penanggulangan HIV/AIDS terutama dalam konteks PDHA pengguna NAPZA. Temuan Komnas Perempuan, lapas khusus perempuan mengalami overcapacity karena banyaknya warga binaan perempuan pengguna NAPZA, yang sebenarnya cukup dengan rehabilitasi saja.
Veryanto menambahkan “Catatan dan data yang disampaikan oleh Puan Lingkar HIV bisa dimasukkan dalam CATAHU Komnas Perempuan, agar pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan menjadi semakin lengkap,”
Terakhir, Komisioner Komnas Perempuan, Retty Ratnawati merekomendasikan agar Puan Lingkar HIV dapat mendokumentasikan kasus diskriminasi serta kekerasan yang dialami PDHA secara rinci, terutama saat mengakses layanan publik. Puan Lingkar HIV bisa melaporkan ke pihak/kementerian terkait, sebagai basis data untuk mendorong reformasi kebijakan dan layanan yang terintegrasi serta komprehensif bagi PDHA.