Komnas Perempuan dengan Dirjen Kebudayaan: Diskusi Awal Museum Mei ’98
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah mengadakan audiensi dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (02/05/2016). Komnas Perempuan diwakilkan oleh: Azriana (Ketua), Mariana Amiruddin (Komisioner, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat), Masruchah (Komisioner, Ketua Subkomisi Pendidikan) dan ditemani oleh beberapa Badan Pekerja: Mia Olivia, Christina Yulita, Soraya Ramli dan Chrismanto Purba. Komnas Perempuan diterima langsung oleh Hilmar Farid (Dirjen Kebudayaan), yang ditemani oleh Kosasih (Direktorat Cagar Budaya) dan Aning (Direktorat Permuseuman).
Audiensi ini merupakan tindak lanjut dari kampanye “Mari Bicara Kebenaran” terutama untuk mengupayakan beberapa kemungkinan agenda memorialisasi yang dapat dilakukan bersama. Selama ini, Komnas Perempuan sendiri telah bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk kegiatan memorialisasi, seperti mengadakan: Napak Reformasi, adanya Situs Ingatan Tragedi Mei ’98 di website Ensiklopedia Jakarta, termasuk mengupayakan hadirnya Prasasti/ Monumen Tragedi Mei ’98 di Makam Massal Korban Tragedi Mei ’98 di TPU Pondok Ranggon. Komnas Perempuan tetap akan melanjutkan kerjasama memorialisasi bersama dengan Pemprov DKI Jakarta, selain itu juga mengupayakan kerjasama dengan lembaga/ kementerian lainnya, termasuk dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Berdasarkan surat yang ditujukan maka pertemuan ini untuk membahas: 1) “Sejarah Mei ’98, Memorialisasi dan Napak Reformasi” sebagai mata ajar dalam kurikulum pelajaran sejarah secara nasional; 2) Mengupayakan Museum Mei ’98. Pada pertemuan ini diskusi lebih banyak mengenai kemungkinan mengupayakan adanya Museum Mei ’98. Komnas Perempuan, sebenarnya pernah memiliki “museum kecil” yang menjadi tempat menyimpan beberapa koleksi dari korban Mei ’98 yang masih dimiliki oleh keluarga korban, namun “museum kecil” itu pun tidak dapat permanen, karena kebutuhan ruang yang kurang memadai. Selain itu, selama tahun 2016 ini, Dirjen Kebudayaan pun terus menggalakan adanya kebutuhan museum di berbagai daerah dan provinsi. Pada kesempatan ini, Hilmar Farid juga menyampaikan pentingnya sebuah museum sebagai proses pengawetan cerita dan membangun pengetahuan baru.
Aning (Direktorat Permuseuman), menyampaikan beberapa prosedur untuk pembuatan museum yang sesuai Peraturan Pemerintah No 66 tahun 2015 tentang Museum, diantaranya: 1) Ada Visi dan Misi; 2) Mempunyai tanah dan lokasi; 3) Memiliki koleksi; 4) Memiliki sumber daya manusia yang mengelolanya; dan 4). Anggaran untuk pengelolaannya. Menurut beliau,”Kalau Museum Mei ’98, nanti dimulai dengan adanya visi dan misinya, harus punya tanah atau lokasi terutama apabila ada minat dari Pemerintah DKI. Selain memiliki koleksi juga bentuk informasinya bisa dari rekaman dan audio visual. Selain itu juga ada SDM untuk mengelolanya, minimal ada 3 orang, yaitu 2 orang tenaga administrasi dan 1 tenaga teknis”. Aning kembali menambahkan bahwa “Pengelolaan museum itu nanti juga harus diputuskan apakah oleh Komnas Perempuan atau oleh Pemerintah DKI Jakarta? Termasuk advokasi tanah/ gedung yang dapat digunakan. Untuk di Dirjen Kebudayaan yang ada saat ini adalah program revitalisasi dan renovasi dari museum yang sudah ada, termasuk bantuan tata pamer.” Demikian beliau menjelaskan secara panjang lebar mengenai prosedur untuk membuat museum, berikutnya Komnas Perempuan akan terus mendiskusikan perkembangan dan kemajuan untuk mengupayakan museum tersebut.
Selanjutnya, Komnas Perempuan akan mengagendakan pertemuan berikutnya dengan Dirjen Kebudayaan, khususnya dengan Direktorat Sejarah untuk kemungkinan kerjasama mengintegrasikan “Sejarah Mei ’98, Memorialisasi dan Napak Reformasi” sebagai mata ajar dalam kurikulum pelajaran sejarah secara nasional. Dirjen Kebudayaan juga mengatakan setelah ini,”Akan ada pertemuan lintas dengan audiens yang lebih besar lagi.” *)