Dalam peringatan kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap Perempuan (K16HAKtP), Komnas Perempuan melakukan kunjungan ke Solo yang dihadiri oleh Tiasri Wiandani, Komisioner serta Yulita dan Aulia mewakili badan pekerja. Serangkaian kunjungan Solo dilakukan pada 5-8 Desember 2023 dengan mensosialisasikan pesan K16HAKtP tahun ini yaitu "Kenali Hukumnya, Lindungi Korban" pada awak media Solo Pos, Pemerintah Kota Solo, Polresta Solo, Universitas Slamet Riyadi, Universitas Sebelas Maret dan RRI Surakarta.
"Kenali Hukumnya, Lindungi Korban" merupakan pesan yang dihasilkan bersama dalam diskusi Komnas Perempuan bersama Jaringan Masyarakat Sipil sebagai tema tahun ini, ujar Tiasri Wiandani. Terdapat berbagai aturan hukum berkaitan dengan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan yang perlu dikenali lebih dalam baik itu oleh masyarakat luas, pemerintah dan aparat penegak hukum.
“Seperti UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumat Tangga, UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang, UU No 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi Korban, PERMA No 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum , Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus, dan UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” tambahnya.
Payung hukum terbaru yang telah lahir perlu dikawal bersama yakni UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Dalam mengawal implementasinya di Solo, Komnas Perempuan mendorong kolaborasi mitra lintas sektor terkait yaitu lembaga layanan dan organisasi masyarakat sipil yakni SPEKHAM Solo, Yayasan Kakak, Jejer Wadon, PUKAP Solo, JPRI Solo; akademisi dan mahasiswa dari Universitas Sebelas Maret dan Universitas Slamet Riyadi; Polresta Solo dan DP3AKB Pemerintah Kota Solo. Berjalannya UU TPKS selama setahun lebih menjadi catatan bagi jaringan mitra di Solo diantaranya terkait penerapan restitusi dan minimnya ketersediaan saksi ahli yang disampaikan Polresta Solo.
"Dalam kasus kekerasan seksual yang ditangani Polresta, kami menemukan penerapan restitusi yang sulit ketika pelakunya tidak mampu, selain itu terkait minimnya ketersediaanya saksi ahli juga mendapat tantangan," ungkap Sri Heni Sofianti, Kanit PPA Polresta Solo.
Hal lainnya yang menjadi tantangan disampaikan oleh perwakilan lembaga layanan. Menurut Rahayu, Direktur SPEKHAM Solo, penting untuk mendorong penunjukan rumah sakit RSUD sebagai penyediaan layanan kesehatan bagi korban kekerasan seksual. Selain itu, masing-masing perwakilan satgas TPKS di Universitas Universitas Sebelas Maret dan Universitas Slamet Riyadi juga mengungkapkan perlunya penguatan kapasitas penerimaan pengaduan, penanganan dan rujukan.
Diakhir konsolidasi lintas sektor, rencana tindak lanjut disepakati bersama untuk mengawal Implementasi UU TPKS di Solo di antaranya melalui kampanye publik melalui ruang-ruang diskusi kampus, konsolidasi institusi penyedia layanan dan identifikasi saksi ahli, penguatan kapasitas satgas TPKS, UPDT dan PPT Tingkat Kelurahan untuk substansi UU TPKS, mendorong bersama untuk penunjukan RSUD sebagai penyedia layanan kesehatan bagi korban kekerasan seksual, serta kordinasi lintas lembaga nasional untuk penerapan restitusi.