...
Kabar Perempuan
Komnas Perempuan Dorong Peran Media dalam Penghapusan Kekerasan Seksual


Jakarta, 16 Mei 2025 — Komnas Perempuan berpartisipasi sebagai narasumber dalam media briefing bertajuk "Indonesia Darurat Kekerasan Seksual: Adakah Ruang Aman bagi Perempuan di Fasilitas Publik?" yang diselenggarakan oleh Jakarta Feminist bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta. Acara ini digelar di Ke:kini Ruang Bersama, Cikini, sebagai upaya memperkuat sinergi antara media dan lembaga layanan dalam penghapusan kekerasan seksual.

Media briefing ini menghadirkan sejumlah narasumber, yakni Wakil Ketua Transisi Komnas Perempuan Ratna Batara Munti, Direktur LBH APIK Jakarta Uli Pangaribuan, perwakilan komunitas Dokter Tanpa Stigma Fentia Budiman, dan Direktur Program Jakarta Feminist Anindya Restuviani.

Kegiatan ini digagas sebagai respons atas maraknya kekerasan seksual yang terjadi di ruang publik dan fasilitas layanan, termasuk rumah sakit, perguruan tinggi, hingga institusi negara seperti TNI dan Polri. Dalam sejumlah kasus, pelaku berasal dari profesi yang seharusnya melindungi dan melayani masyarakat, seperti tenaga medis, pendidik, maupun aparat penegak hukum.

Komnas Perempuan memaparkan data pemantauan sepanjang 2024 yang mencatat 3.269 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, dengan 1.830 kasus merupakan kekerasan seksual. Sebanyak 475 kasus terjadi di lingkungan pendidikan, 14 kasus di fasilitas medis, dan 22 kasus di ranah negara, termasuk kekerasan terhadap perempuan tahanan.

Ratna Batara Munti menyatakan bahwa kekerasan seksual tidak bisa dipandang sebagai kejahatan individu semata, tetapi mencerminkan relasi kuasa yang timpang serta budaya patriarki yang mengakar kuat dalam berbagai institusi. Ia menegaskan bahwa penanganan dan peliputan kekerasan seksual harus berbasis perspektif korban dan keadilan gender.

“Media memegang peranan penting dalam membentuk opini publik dan mendorong perubahan kebijakan. Kami mendorong media untuk mengangkat narasi korban, pentingnya pemulihan, serta edukasi tentang akar kekerasan dan bentuk perlindungan hukum sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” ujar Ratna.


Komnas Perempuan juga menyoroti masih lemahnya implementasi UU TPKS di lapangan. Banyak kasus kekerasan seksual diselesaikan secara non-yudisial seperti melalui pendekatan restorative justice, yang dinilai mengabaikan hak korban atas keadilan dan pemulihan menyeluruh.

Dalam forum ini, Komnas Perempuan menyerukan pentingnya peran kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah dalam memastikan pemenuhan hak-hak korban, termasuk pendampingan hukum dan psikologis, akses pemulihan, serta perlindungan dari stigma dan diskriminasi.

Di akhir sesi, para narasumber menekankan bahwa media perlu menghindari narasi yang menyederhanakan kekerasan seksual sebagai ulah "oknum". Media diharapkan mengedukasi publik tentang relasi kuasa, norma patriarkal, serta hak korban sebagaimana diatur dalam UU TPKS dan UU Perlindungan Saksi dan Korban.

“Media perlu aktif menyebarkan pengetahuan tentang kekerasan berbasis gender, mengangkat kekerasan seksual sebagai persoalan struktural, serta mempromosikan nilai kesetaraan dan penghormatan terhadap martabat perempuan,” kata Ratna.

Media briefing ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat jejaring antara media dan lembaga layanan, serta menyatukan suara dalam memperjuangkan ruang publik yang aman dan adil bagi perempuan.


Pertanyaan / Komentar: