...
Kabar Perempuan
Komnas Perempuan Gelar Diskusi Belajar dari Perempuan Pembela HAM Palestina


Komnas Perempuan menggelar diskusi publik “Pantang Menyerah: Belajar Dari Perempuan Pembela HAM (PPHAM) Palestina” pada 6 Desember 2023, secara hibrid di kantor Komnas Perempuan . Diskusi ini menghadirkan Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani sebagai moderator dan PPHAM sekaligus dosen Anthropology, Islam & Globalization di University of Edinburgh, Dr. Kholoud Al-Ajarma sebagai narasumber.

Diskusi ini merupakan salah satu cara yang digunakan untuk membangun solidaritas gerakan perempuan hingga masyarakat sipil. Sebagai lembaga yang lahir dari Tragedi Mei 1998, Komnas Perempuan juga berfokus pada upaya pemenuhan hak perempuan di area konflik, termasuk konflik berkepanjangan yang terus terjadi di Palestina. Dari diskusi ini diharapkan dapat mendorong terciptanya dialog konstruktif tentang bagaimana peran dan strategi perempuan dalam upaya pembelaan HAM yang terjadi pada konflik Palestina dan bagaimana solidaritas semua pihak untuk berupaya menciptakan solusi atas terjadinya pelanggaran HAM khususnya pada para perempuan Palestina.

“Upaya membangun solidaritas lintas batas baik sektor maupun negara telah menjadi bagian dari kerja-kerja Komnas Perempuan, hal ini melatarbelakangi Komnas Perempuan untuk terus aktif mengembangkan upaya edukasi terkait hak-hak perempuan demi membangun solidaritas itu sendiri” Tutur Andi dalam penutupan sambutannya

Kholoud Al-Ajarma menjelaskan kompleksitas kasus yang terjadi di Palestina. Selama 75 tahun proyek kolonial Israel untuk menduduki wilayah Palestina telah menyebabkan kematian, tergerusnya hak-hak warga, khususnya perempuan sejak tahun 1948. Para perempuan Palestina memikul peran bukan hanya di ranah domestik, melainkan juga menjadi kombatan dalam perjuangan Palestina untuk memelihara harkat dan martabat para penduduknya.

Khoulod menambahkan, seringkali masyarakat menganggap konflik yang terjadi berlandaskan perbedaan agama. Padahal lebih dari itu, kompleksitas kasus yang terjadi di Palestina pada realitasnya adalah perebutan tanah dan sumber daya.

Seperti perang pada umumnya, mayoritas korban adalah perempuan dan anak, termasuk dalam hal pembatasan akses ke wilayah-wilayah oleh militer Israel hingga kekerasan di ranah domestik sebagai dampak dari perlakuan Israel kepada para suami yang berujung direfleksikan kepada perempuan dan anak dalam keluarga. Meski terdapat banyak organisasi pembela HAM di Palestina yang hingga saat ini tengah berjuang, baik yang berperan di ranah publik, ranah pemetaan pelanggaran HAM oleh Israel, hingga ranah perempuan dan anak. Namun, banyak dari organisasi yang menghadapi kesulitan dikarenakan pembatasan oleh Israel, baik berupa serangan, pemenjaraan hingga pembunuhan.

Namun, berlangsungnya tragedi tidak menyurutkan resiliensi perempuan Palestina untuk mempertahankan hak mereka, sejak tahun 1929, para perempuan Palestina telah melakukan aksi demonstrasi menolak adanya pendudukan wilayah dibawah mandat kolonial Inggris, bahkan setelah terjadinya tragedi Nakba pada tahun 1947-1949 hingga saat ini. Mouhiba Khorshid dan Shadia Abu Ghazalah menjadi contoh keterlibatan para perempuan dalam gerakan resiliensi termasuk dalam menentang kolonialisasi dan turut berperan aktif dalam peningkatan kesadaran publik terkait hak-hak mereka.

Selain itu, keaktifan para perempuan Palestina pembela HAM juga diekspresikan melalui karya seni, baik berupa novel, gravity, dan sebagainya untuk menyuarakan isu Palestina, salah satunya adalah Fadwa Tuqan, yang aktif menyuarakan melalui puisi, yang bertema terkait nasionalisme hingga peran perempuan dalam pergerakan. Bahkan para perempuan pengungsi di Palestina juga menjadi bagian dari pergerakan, yang berkontribusi mencetak generasi untuk sadar dan peduli akan isu Palestina hingga berperan dalam mempertahankan resiliensi keluarga ditengah rasa trauma dan keterbatasan akses.

Salah satu upaya yang juga telah dilakukan oleh Kholoud dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak adalah adanya program-program edukasi hingga seni di dalam kamp pengunsian agar mereka dapat memahami hak asasi dan bagaimana mempertahankannya di tengah krisis kemanusiaan. Hingga saat ini, para perempuan pembela HAM di Palestina baik dari kalangan masyarakat sipil hingga jurnalis tengah berjuang untuk mempertahankan hak-hak mereka ditengah gempuran senjata oleh Israel bahkan berbagai pemberitaan yang berpihak kepada Israel.

“Berkaca dari banyaknya pelanggaran HAM, ketika berbicara tentang prinsip HAM, penting untuk berbicara juga terkait praktik HAM itu sendiri, demi terciptanya kehidupan yang diatur oleh prinsip-prinsip HAM.” tuturnya dalam akhir penyampaian materinya.

 


Pertanyaan / Komentar: