...
Kabar Perempuan
Komnas Perempuan Gelar Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan di Bangka Belitung



Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengadakan diskusi terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan di Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung, Selasa (5/12/2023). Kegiatan ini sebagai bagian dari rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang dilakukan secara internasional sejak 25 November yang merupakan Hari Internasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan hingga  10 Desember sebagai peringatan Hak Asasi Manusia Internasional. Rentang waktu tersebut dipilih dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan Hak Asasi Manusia (HAM), yang menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM. 


“Kampanye 16 hari tahun ini mengangkat tema “Kenali Hukumnya, Lindungi Korban”. Tema ini hendak mengingatkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat, padahal kita sudah punya berbagai payung hukum yang melindungi perempuan,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang. Namun UU tersebut belum diimplementasikan dengan maksimal, lanjut Veryanto. 


21 tahun implementasi Kampanye Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia berkontribusi memperkuat dukungan publik untuk melakukan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan advokasi kebijakan yang berpihak terhadap perempuan, misalnya dengan lahirnya Undang – Undang (UU) No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No. 21 tahun 20007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU No.12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan kebijakan-kebijakan lainnya.


Dalam pertemuan, Veryanto menjabarkan tingginya angka kasus kekerasan terhadap perempuan di Bangka Belitung. Ia menyebutkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan mencatat 2.271 kasus kekerasan terhadap perempuan di Bangka Belitung di tahun 2022, lebih tinggi dibanding tahun 2021 sejumlah 2219 kasus, yakni sebanyak 30 dilaporkan ke Komnas Perempuan, 2.150 kasus yang dilaporkan ke Badilag dan 91 kasus ke pengada layanan.


“Tercatat paling tinggi adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual, dan kekerasan berbasis gender online (KBGO,” ungkapnya.


Dalam diskusi, pendamping korban dari LSM Perlindungan dan Pemberdayaan Hak-Hak Perempuan (P2H2P) Bangka Belitung, Zubaidah mengungkapkan dinamika pendampingan korban kekerasan terhadap perempuan. Kerap kali kasus sulit ditangani dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari kondisi psikologi korban, minimnya perspektif lingkungan korban, yang kerap cenderung menyalahkan korban, juga minimnya pengetahuan terkait implementasi undang-undang.


“Saya setuju sekali dengan teman kampanye tahun ini, ‘Kenali hukumnya, Lindungi Korban’. Ini baik untuk mendorong masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemerintah untuk mengenali hukum yang ada dan mengimplementasikannya,” tutur Zubaidah.


Terkait pentingnya pengenalan berbagai Undang-Undang yang melindungi perempuan ini juga diamini oleh Windu Perdana selaku Panit 2 Subdit IV Ditreskrimum Polda Bangka Belitung. Misalnya saja pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan, sebelumnya tidak dikenali aturan yang bisa melindungi korban. Namun sekarang sudah UU TPKS mengenali bentuk-bentuk kekerasan seksual yang sebelumnya tidak dikenali undang-undang. 


“Kehamilan tidak diinginkan dulu itu kan bingung bagaimana memprosesnya. Karena dianggap suka sama suka. Tapi ternyata di UU TPKS, pasal 6C. Kami sekarang sedang tangani kasus ini, kerja sama dengan Komnas Perempuan sebagai saksi ahli,” jelas Windu.


Dalam UU TPKS pasal 6C disebutkan setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.0OO.0OO,00 (tiga ratus juta rupiah).


Komnas Perempuan mengapresiasi upaya Kepolisian Daerah Bangka Belitung dalam penanganan kasus kekerasan seksual dengan mengimplementasikan Undang-Undang No. 12 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, sehingga korban kekerasan seksual mendapatkan keadilan yang maksimal. 


“Praktik baik ini diharapkan juga dapat ditularkan ke kepolisian lainnya,” pungkas Veryanto.

 


Pertanyaan / Komentar: