Serang, 21 Juni 2024- Komnas Perempuan bekerja sama dengan DAMAR Banten menyelenggarakan Pelatihan Penguatan Kapasitas Multipihak tentang Kesehatan Reproduksi dan Anti Kekerasan bagi Perempuan Penyandang Disabilitas dan Lansia. Pelatihan ini berlangsung pada tanggal 19-21 Juni 2024 di Hotel Le Dian, Serang, Banten, dan dihadiri oleh 25 peserta yang terdiri dari unsur pemerintah daerah, organisasi penyandang disabilitas, dan organisasi masyarakat sipil.
Tujuan utama dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas kesehatan reproduksi dan penanggulangan kekerasan bagi perempuan penyandang disabilitas di Banten. Pelatihan ini ditujukan kepada berbagai mitra daerah, termasuk UPTD PPA, Dinas Sosial, tenaga kesehatan tingkat kecamatan (puskesmas), aparat desa, serta lembaga pendamping disabilitas dan lansia. Selain itu, pelatihan ini juga bertujuan untuk memperkuat jaringan antar mitra lokal di Banten, baik instansi pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil, dalam upaya advokasi kesehatan reproduksi dan pencegahan kekerasan bagi perempuan penyandang disabilitas.
Pada pembukaan pelatihan, hadir Encop Sofia selaku Anggota Komisi 1 DPRD Provinsi Banten, Maria Ulfah Anshor sebagai Komisioner Komnas Perempuan Sub Komisi Reformasi Hukum dan Kebijakan, serta Bahrul Fuad selaku Komisioner Komnas Perempuan Sub Komisi Pemantauan dan Pengampu Program Inklusi Disabilitas. Dalam sambutannya, Ibu Encop Sofia menekankan bahwa kebijakan pemerintah daerah yang tercantum dalam peraturan daerah di Provinsi Banten telah memperhatikan keadilan gender. Ia juga menyatakan bahwa pelatihan ini bermanfaat untuk membangun Provinsi Banten, meski sosialisasinya belum optimal sehingga peran Komnas Perempuan sangat dibutuhkan.
Maria Ulfah dalam sambutannya menekankan pentingnya pengetahuan dan keterampilan tentang kesehatan reproduksi bagi perempuan, khususnya perempuan penyandang disabilitas, guna pencegahan kekerasan. Ia menggarisbawahi bahwa informasi yang memadai dan keterampilan yang tepat sangat penting untuk melindungi perempuan dari berbagai bentuk kekerasan.
Bahrul Fuad menambahkan bahwa perempuan penyandang disabilitas merupakan kelompok yang paling rentan mengalami kekerasan, khususnya kekerasan seksual. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dan hambatan yang dihadapi dalam mengakses informasi dan layanan kesehatan reproduksi. “Pemerintah, termasuk pemerintah daerah, perlu membangun sinergi atau kolaborasi dengan masyarakat, termasuk organisasi penyandang disabilitas, untuk meningkatkan kesadaran dan sensitivitas masyarakat terhadap hak penyandang disabilitas serta peningkatan akses informasi.