Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendorong komitmen Pemerintah Garut untuk terus mengupayakan akses layanan yang inklusif bagi perempuan korban kekerasan, mengingat Catatan Tahunan Komnas Perempuan mencatat bahwa Jawa Barat menjadi daerah tertinggi angka kasus kekerasan terhadap perempuan, yakni 51.866 kasus. Sementara itu, Kabupaten Garut merupakan daerah dengan kasus kekerasan seksual terbilang tinggi di Jawa Barat. Pada tahun 2023 tercatat sebanyak 130 kasus naik 200 % jika dibandingkan pada tahun 2022 menurut data Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA).
(Pertemuan Komnas Perempuan dengan PJ Bupati Garut didampingi oleh Kepala Dinas DPPKBPPPA, Rabu (30/10/2024)
“Jumlah kasus yang tinggi bisa dipengaruhi dengan jumlah penduduk yang banyak, juga bisa karena sudah adanya pelindungan hukum bagi korban, seperti UU TPKS (Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Tingginya angka juga bisa menjadi pertanda korban mulai berani melaporkan kasusnya karena akses layanan perlindungan dan pemenuhan hak korban sudah baik. Karenanya butuh keseriusan pemerintah untuk melakukan pencegahan dan penanganan,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang saat bertemu PJ Bupati Garut Barnas Adjidin di rumah dinasnya, Rabu (30/10/2024).
Angka pernikahan anak di Garut sangat tinggi yang berdampak dengan tingginya angka anak stunting, yakni 35,2%, tertinggi se-Jawa Barat dan kekerasan dalam rumah tangga akibat keterbatasan ekonomi. Ketika anak menikah di usia dini, lalu ia hamil, rentan sekali mengalami gangguan janin atau bahkan harus kehilangan nyawa anak dan ibu karena belum siapnya fungsi alat reproduksi.
Komnas Perempuan mengapresiasi langkah konkrit pemerintah Garut dalam membuat program-program pencegahan. Misalnya program STOP KABUR (Strategi Terpadu Optimalisasi Pencegahan Kawin Bawah Umur), juga aktif melakukan kampanye di media digital dan melibatkan komunitas anak muda, termasuk memasukkan materi hak kesehatan reproduksi dan seksualitas ke dalam kurikulum pendidikan di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Kami merekomendasikan agar edukasi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas ini juga bisa masuk ke sekolah-sekolah berasrama berbasis keagamaan sejalan dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama,” ujar Veryanto.
(Komnas Perempuan berdialog dengan DPPKBPPPA Kabupaten Garut terkait akses layanan inklusif bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan upaya pencegahan pemerintah, Senin (28/10/2024)
Praktik baik yang juga bisa terus ditingkatkan adalah program GESIT TANGKAP (Gerakan Sinergi Terpadu Tangani Kasus Perempuan) dan pengadaan hotline pengaduan yang memungkinkan korban dapat mengakses layanan lebih cepat. Harapannya dukungan anggaran pemerintah daerah Garut untuk upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan yang sudah baik terus dimaksimalkan. Komnas Perempuan juga mengapresiasi komitmen Kepolisian Resor Garut dalam menggunakan UU TPKS untuk penanganan kasus kekerasan seksual, terutama untuk tidak ada upaya mendamaikan korban dengan pelaku (restorative justice).
“Untuk kasus yang korbannya anak, baik juga untuk menggunakan UU Perlindungan Anak yang dikuatkan dengan UU TPKS agar korban mendapatkan penanganan yang lebih komprehensif,” tegas Veryanto.