Kekerasan berbasis gender terjadi secara masif dalam konteks bencana akibat perubahan iklim, bencana alam yang kadang-kadag disusul konflik sosial, seperti terjadi di Palu. CATAHU 2006 Komnas Perempuan pertama kali mencatat kekerasan berbasis gender pada konteks bencana, terdiri dari empat kasus di lokasi pengungsian Aceh. CATAHU 2010 juga mencatat lima kasus kekerasan dalam rumah tangga/KDRT dan satu kasus pengintipan dalam pengungsian bencana Wasior, Provinsi Papua. Tahun 2018, hasil pemantauan Komnas Perempuan menemukan kerentanan perempuan korban bencana terhadap perdagangan orang (TPPO) pada situasi bencana Palu.
Kekerasan berbasis gender yang terjadi pada lokasi-lokasi pengungsian atau pemukiman pada konteks bencana di Indonesia perlu direspons oleh negara dengan penyikapan (pencegahan, penanganan dan pemulihan). Sejalan dengan upaya penghapusan kekerasan berbais gender pada konteks bencana, pada 21-24 Juni 2023, Komnas Perempuan melalui Resource Centre melakukan dialog dan konsultasi dengan pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah di Palu, diskusi kelompok terpumpun (FGD) dengan dinas-dinas yakni Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA); Dinas Sosial (Dinsos), Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan organisasi-organisasi masyarakat sipil (LiBU Perempuan) dan para penyintas di lokasi hunian tetap (huntap) Pombewe dan hunian sementara (huntara) Petobo di Kelurahan Petobo.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memetakan, mendalami atau memperkaya informasi dan data berbasis pengalaman perempuan terkait kekerasan berbasis gender di lokasi pengungsian, serta melakukan pendalaman dan pemetaan kebutuhan dan rincian item penganggaran agar menjadi aspek yang secara komplementer masuk dalam pengembangan Rekomendasi Kebijakan Alokasi Penganggaran Penyikapan Kekerasan Berbasis Gender dalam Konteks Bencana.
Dalam Konsultasi Komnas Perempuan dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Wakil Gubernur Ma’mun Amir mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah sudah memiliki Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah No. 10 Tahun 2019 tentang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca bencana.
“Bencana Palu sebenarnya tidak termasuk kategori bencana nasional karena pemerintahan daerah masih berjalan baik, hanya mengalami hambatan finansial untuk penanganan seluruh kerusakan yang diakibatkan gempa, tsunami dan likuifasi. Infrastruktur pokok hancur akibat bencana alam dan membutuhkan penanganan dari pusat untuk membangun kembali,” ungkap Ma’mun.
Pada 23 Juni 2024 Komnas Perempuan juga melakukan diskusi kelompok terpumpun (FGD) dengan dinas-dinas pemerintahan Provinsi Palu (23 Juni 2024) yakni Dinas PPPA, Bappeda, Dinas Sosial, BNPD, UPTD, dan Dinkes. Diskusi kelompok terpumpun menyimpulkan bahwa perlu koordinasi terpadu lintas dinas untuk penyikapan termasuk alokasi anggaran untuk penyikapan kekerasan berbasis gender saat maupun pasca bencana.
Untuk menghimpun pengalaman kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pada konteks bencana di Palu, Komnas Perempuan juga melakukan diskusi kelompok terpumpun dengan perempuan korban/penyintas kekerasan, perempuan penggerak layanan dan pengaduan yang muncul pada lokasi-lokasi bencana, dan organisasi mitra yang mendampingi perempuan korban pada saat maupun pasca bencaca.
Komisioner yang hadir dalam dialog dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Dinas-dinas adalah Retty Ratnawaty, Rainy Hutabarat dengan Badan Pekerja yakni Isti Fadatul dan Verena Vanya.
Melalui Resource Center, Komnas Perempuan sedang menyusun Kertas Kebijakan Penyikapan Kekerasan Berbasis Gender pada Konteks Bencana.