Bebas dari penyiksaan adalah hak asasi setiap manusia yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun. Pengakuan dan jaminan pada hak ini secara tegas dinyatakan di dalam konstitusi, yaitu pada Pasal 28G Ayat (2) dan Pasal 28I Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hak bebas dari penyiksaan tersebut juga dinyatakan dengan tegas dalam instrumen hukum nasional lain yaitu UU No. 5 tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan dan Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan, atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik1.
Namun demikian, hingga kini jaminan normatif tersebut belum mampu menghapus berbagai praktik penyiksaan dan perbuatan kejam dan tidak manusiawi yang masih banyak terjadi di Indonesia. Menurut Komnas HAM dan Komnas Perempuan, pelanggaran HAM dan kekerasan masih banyak terjadi khususnya di wilayah-wilayah dimana orang dirampas kebebasannya, dalam hal ini dalam tempat-tempat tahanan, penghukuman atau pemenjaraan.
Banyak negara juga mengalami kesulitan yang sama dalam menerapkan konvensi anti penyiksaan, karenanya PBB mengeluarkan OPCAT (Optional Protocol to the Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) dimana penting bagi setiap negara untuk membangun mekanisme pencegahan penyiksaan atau yang disebut dengan NPM (National Prevention Mechanism Against Torture). Indonesia, meskipun belum meratifikasi OPCAT, namun memiliki komitmen yang besar dalam menerapkan OPCAT, dengan cara membentuk mekanisme NPM tersebut. Mekanisme NPM bertujuan mencegah terjadinya penyiksaan di tempat-tempat pencerabutan kebebasan yang terintegrasi.
Adapun anggota NPM di Indonesia terdiri dari lima lembaga yaitu: Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman RI dan LPSK. Kelima lembaga ini telah menandatangani MOU pada tanggal 9 Oktober 2018, guna menyepakati kegiatan bersama dalam mekanisme nasional tersebut. Sebelumnya, pada tanggal 27 April 2016, kelima lembaga telah menandatangani MOU bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM RI untuk mengembangkan Mekanisme Nasional Pencegahan praktik penyiksaan dan perlakuan, atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia di Indonesia.
Selanjutnya untuk mengukuhkan kerjasama tersebut, maka dibuat dua turunan perjanjian kerjasama bersama direktorat teknis dibawah lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI. Perjanjian kerjasama yang pertama yaitu dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan ditandatangani pada tanggal 27 April 2019 oleh Sri Puguh Budi Utami (Direktur Jenderal Pemasyarakatan) bersama Sadra Moniaga (Komnas HAM), Adriana Venny Aryani (Komnas Perempuan), Putu Elvina (KPAI), Ninik Rahayu (ORI) dan Manager Nasution (LPSK). Menyusul kemudian Perjanjian Kerjasama kedua dengan Direktorat Jenderal Imigrasi pada tanggal 29 April 2019 oleh Ronnie F Sompie (Direktur Jenderal Imigrasi) bersama Sadra Moniaga (Komnas HAM), Yuniyanti Chuzaifah (Komnas Perempuan), Putu Elvina (KPAI), Ninik Rahayu (ORI) dan Manager Nasution (LPSK).
Tujuan dari diadakannya perjanjian kerjasama ini sebagai pedoman dalam komunikasi, koordinasi dan kolaborasi strategis pada upaya pengawasan dan pencegahan penyiksaan, khususnya di tempat-tempat tercerabutnya kebebasan. Perjanjian kerjasama ini berjangka waktu selama lima tahun dimulai sejak ditandatanganinya oleh masing-masing lembaga. Ruang lingkup perjanjian kerjasama ini, selain penyusunan rencana kerja bersama, pemberian akses dan informasi terkait Warga Binaan Pemasyarakatan, Petugas Pemasyarakatan dan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan, kunjungan bersama dalam rangka pengawasan dan pemantauan di Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan, merumuskan rekomendasi berdasarkan hasil pemantauan dan/ atau hasil pengawasan, dan bersama-sama melakukan diseminasi atas hasil pemantauan dan/ atau hasil pengawasan yang disepakati bersama oleh para pihak *)