Dalam rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Komnas Perempuan yang diwakili oleh dua Komisioner Komnas Perempuan yaitu; Satyawanti Mashudi dan Theresia Iswarini pada tanggal 26 November 2021 berkesempatan mengunjungi Rumah Sakit (RS) Santa Elizabeth Kota Batam. Dalam kunjungannya, dua komisioner tersebut didampingi oleh dua orang Badan Pekerja Komnas Perempuan; Siti Cotijah dan Triana Suliwardani bersama Yayasan Embun Pelangi, Rita Ramadhani pada 26 November 2021. Komnas Perempuan diterima oleh direktur rumah sakit dr. Hendro Kho dan wakil direktur pelayanan medis dr. Octavianus Maranggi. Kunjungan ini bertujuan untuk membahas layanan visum gratis dan potongan biaya sebesar 50% untuk layanan medis bagi perempuan korban kekerasan dan trafficking di RS. Santa Elizabeth Batam. Kesepakatan layanan visum gratis dan layanan kesehatan dituangkan dalam MoU yang diinisiasi oleh Jaringan Perlindungan Perempuan[1] dan Anak, serta kelompok Save Migran di Kota Batam.
Kepulauan Riau, Batam merupakan salah satu provinsi yang memiliki Peraturan Gubernur No 66 Tahun 2018 tentang penerapan konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP). Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak diketahui mendorong adanya Pergub yang menerapkan konsep SPPT-PKKT dengan melibatkan berbagai unsur termasuk dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan serta masyarakat sipil.
Pentingnya peraturan daerah yang menjamin penanganan dan hak-hak perempuan korban kekerasan seksual dan trafficking tidak lain karena Kepulauan Riau adalah provinsi yang kerap dimanfaatkan sebagai tempat transit karena terletak di wilayah perbatasan yang menjadi jalur perdagangan orang termasuk perempuan. Yayasan Embun Pelangi menyampaikan bahwa tingginya angka kasus perempuan yang berhadapan dengan hukum (perdagangan orang) di Wilayah Kepri khususnya di Kota Batam.
Layanan visum gratis seharusnya disediakan secara cuma-cuma bagi korban kekerasan sebagaimana jaminan layanan medis serta alat bukti syarat pelaporan di kepolisian. Namun faktanya layanan visum gratis ini belum tersedia di semua daerah di Indonesia, terutama daerah terpencil. Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyampaikan data kasus kekerasan seksual semakin memprihatinkan sementara penanganan perempuan korban kekerasan belum sepenuhnya terjamin. Termasuk salah satunya adalah layanan visum yang seharusnya ditanggung oleh negara. Data Komnas Perempuan dalam hasil assesment Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di 16 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa meski layanan P2TP2A gratis, namun assesment ini menemukan angka kejadian yang cukup besar di mana korban dikenakan biaya untuk melaksanakan visum.[2]
Temuan Komnas Perempuan bahwa penerapan Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan belum efektif direspon pemerintah daerah. Sementara BPJS Kesehatan juga tidak menanggung pelayanan kesehatan korban kekerasan seksual. Oleh karenanya, kerjasama antara Jaringan Peduli Perempuan dan Anak dan kelompok Save Migran dengan RS. Santa Elizabeth Batam menjadi praktik baik dimana layanan pendampingan perempuan korban kekerasan seksual diintegrasikan dengan dukungan layanan medis.
Komnas Perempuan juga menyampaikan bahwa Kepulauan Riau memiliki kekhasan kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual karena berada di jalur perbatasan. Sehingga RS Santa Elizabeth diharapkan juga turut mendukung langkah pencegahan kekerasan dengan memberikan training khusus bagi nakes agar memiliki perspektif korban, serta mampu membaca indikasi kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual dapat dilakukan oleh melalui banner, poster atau leaflet dilakukan di lingkungan rumah sakit dengan dukungan informasi dari Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak Batam
[1] Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoran Migran
Perantau (KKP PMP), Yayasan Layanan Informasi Bantuan Advokasi Kemanusian
(LIBAK), Pusat Pembelajaran Keluarga Gurindam Provinsi Kepulauan Riau
(PUSPAGA), Yayasan Insan Sehati Sebalai (YISS), Yayasan Dunia Viva Wanita
(YDVW), Yayasan Embun Pelangi (YEP), Yayasan Lintas Nusa (LINUS), PKBM Bina
Mandiri (PBM), Gembala Baik (GB) dan Rumah Faye (RF).
[2] "ICJR: Korban Kekerasan Seksual Sulit
Akses Pelayanan Visum", https://tirto.id/ddws