Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menggelar Workshop “Mendorong Perempuan Parlemen untuk Mengintegrasikan Isu Gender-Based Violence (GBV) dan Kesehatan Reproduksi dalam Usulan Kebijakan terkait Perlindungan Hak Perempuan” di Hotel Mercure Sabang, Jakarta, pada Rabu (12/11/2025). Kegiatan ini bertujuan memperkuat kapasitas parlemen dalam memahami isu hak reproduksi, kekerasanberbasis gender, dan praktik berbahaya di dunia kerja, sekaligus membangun kesepahaman lintas pihak mengenai langkah pencegahan kekerasan terhadap perempuan pekerja.
Dalam sambutan pembuka, Maria Ulfah Anshor, Ketua Komnas Perempuan, menegaskan urgensi forum ini sebagai ruang strategis untuk memperkuat kolaborasi antara parlemen, pemerintah, dan masyarakat sipil. Ia menyoroti masih banyaknyaperempuan—khususnya pekerja domestik dan migran—yang menghadapi kekerasan, diskriminasi, serta pelanggaran hak-hak dasar. Karena itu, menurutnya, momentum pembahasan berbagai RUU ketenagakerjaan harus dimanfaatkan untukmemastikan kebijakan yang berpihak pada perempuan dan berperspektif HAM serta gender.
Workshop ini menghadirkan Anggota Komisi VIII DPR RI Atalia Praratya, Anggota Komisi V DPR RI Saadiah Uluputty, dan Anggota Komisi IX DPR RI Eko Kurnia Ningsih, serta Tenaga Ahli dari fraksi di DPR: PDI Perjuangan, Golkar, NasDem, Demokrat, PAN, PPP, dan PKS.
Mengawali sesi substansi, Irwan Setiawan, Komisioner sekaligus Ketua Gugus Kerja Perempuan Pekerja, memaparkan temuan Komnas Perempuan terkait pemenuhan hak maternitas, perlindungan bagi pekerja rumah tangga, pekerja migran, pekerja rumahan, serta isu perdagangan orang dalam konteks migrasi. Ia menekankan pentingnya memastikan bahwa substansi RUU PPRT, RUU PPMI, dan RUU Ketenagakerjaan selaras dengan prinsip hak asasi manusia dan keadilan gender.
Perwakilan Komisi IX DPR RI turut menyampaikan materi bertajuk “Gender-Based Violence dan Hak Reproduksi: Mewujudkan Perlindungan Perempuan Pekerja di Ruang Legislasi”, yang menegaskan urgensi pengarusutamaan isu GBV dan kesehatan reproduksi dalam proses penyusunan RUU Ketenagakerjaan. Paparan teknis lainnya disampaikan oleh Isnarti Hasan, Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan RI, mengenai arah kebijakan peningkatanpartisipasi perempuan di pasar kerja dan penguatan perlindungan pekerja perempuan. Sementara itu, Lusiana Julia, Senior Programme Officer International Labour Organization (ILO), memaparkan strategi penerapan Konvensi ILO No.190 dan Rekomendasi No.206 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja.
Forum ini juga dihadiri oleh perwakilan serikat pekerja lintas sektor serta jaringan masyarakat sipil yang aktif mengawal RUU PPRT, RUU PPMI, dan RUU Ketenagakerjaan. Kehadiran mereka membuka ruang bagi masyarakat sipil untukmenyampaikan langsung pandangan dan rekomendasi kepada DPR RI, sehingga memperkuat komitmen parlemen terhadap kebijakan yang mencegah kekerasan berbasis gender dan praktik berbahaya di dunia kerja. Melalui partisipasi multi-pihakini, forum diharapkan menghasilkan rekomendasi substantif sebagai masukan bagi pembahasan RUU ketenagakerjaan, sekaligus memperkuat upaya bersama mewujudkan dunia kerja yang aman, bebas kekerasan, dan berkeadilan gender.
