Komnas Perempuan pada tanggal 21-22 Mei melakukan serangkaian kegiatan di Pontianak Kalimantan Barat. Kegiatan diawali dengan penyampaian hasil pemantauan pelaksanaan mekanisme keadilan restoratif dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di Kalimantan Barat tepatnya di Kota Pontianak, Kabupaten Singkawang dan Kabupaten Bengkayang. Selain Kalimantan Barat, Komnas Perempuan juga menyampaikan temuan secara nasional di 8 provinsi lainnya (Aceh, Jawa Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Bali, NTT, Maluku dan Papua).
Pemantauan ini memotret sejumlah aspek, yaitu; (a) pengetahuan para pihak tentang keadilan restoratif, (b) proses yang ditempuh oleh para pihak, serta (c) dampak-nya terhadap korban. Selain tim Komnas Perempuan, kegiatan di Pontianak ini juga melibatkan pendamping pemantauan keadilan restoratif yang berasal dari lembaga layanan masyakarat yaitu Susi Handayani dari PUPA Bengkulu.
Hadir dalam kegiatan tersebut; aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan), Dinas PP dan PA, UPTD PPA, lembaga adat, dan organisasi layanan masyarakat sipil. Penyampaikan temuan mendapat berbagai respon, mulai dari tingginya kasus yang harus ditangani dari APH hingga tantangan pendampingan dari organisasi layanan seperti UPTD PPA dan Lembaga Bantuan hukum, disamping semakin beragamnya kasus yang harus ditangani.
Selain penyampaian hasil pemantauan, juga dilakukan diskusi dan pendalaman UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Di Kalimantan Barat sejumlah kasus kekerasan seksual sudah menerapkan UU tersebut, namun masih terkendala terkait pemulihan korban seperti restitusi.
Selain penyampaian hasil pemantauan, dilakukan serangkaian dialog dengan beberapa pihak yaitu:
Dialog dengan Penjabat Gubernur Kalimantan Barat, Harrison
Komnas Perempuan dihadiri Andy Yentriyani Ketua-Komnas Perempuan, Theresia Sri Endras Iswarini-Ketua Sub Komisi Pengembangan Sistem Pemulihan dan Rina Refliandra - Asisten Koordinator Divisi Pengembangan Sistem Pemulihan. Pada kesempatan tersebut Ketua Komnas Perempuan menyampaikan pentingnya penguatan bagi lembaga layanan untuk perempuan (dan anak) korban kekerasan, termasuk kebijakan daerah yang menaunginya. Selain itu, temuan hasil pemantauan keadilan restoratif juga menjadi landasan dalam melakukan perbaikan di tingkat kebijakan, termasuk penguatan layanan, baik layanan pemerintah (UPTD PPA) maupun layanan berbasis masyarakat, termasuk lembaga sosial seperti adat dan mekanisme sosial lainnnya.
Tanggapan Penjabat Gubernur bahwa, sejak tahun 2015 kebijakan daerah tentang perlindungan perempuan dan anak di Kalimantan Barat sudah ada namun dibutuhkan update terbaru, termasuk melibatkan pihak-pihak terkait untuk mendiskusikannya. Pada kesempatan tersebut, Penjabat Gubernur didampingi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalimantan Barat.
Dialog dengan Ditreskrimum Polda Kalimantan Barat, Kombes Pol. Bowo Gede Inantio dan Unit PPA
Ditreskrimum menyampaikan bahwa sejauh ini banyak langkah baik yang sudah dilakukan pihak kepolisian, termasuk dalam hal penanganan perdagangan orang dimana Kalimanatan Barat cukup tinggi kasusnya karena berada di wilayah perbatasan dengan Malaysia, sehingga diharapkan ada diskusi-diskusi lebih lanjut dengan Komnas Perempuan terkait penanganan kekerasan terhadap perempuan yang lebih komprehensif.
Pertemuan dengan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pontianak
Pihak lapas sejauh ini mengelola anggaran yang tersedia, meski kebutuhan warga binaan khususnya kebutuhan spesifik perempuan masih kurang seperti pembalut, biasanya dibawa keluarga ketika berkunjung, tambah ketua lapas. Sedangkan untuk layanan kesehatan tersedia 2 orang petugas kesehatan dan 1 dokter keliling yang berkunjung setiap minggu. Selain melakukan aktifitas bersih-bersih, berkebun, warga binaan juga diberikan kapasitas seperti menjahit oleh pihak lapas, dan diharapkan setelah bebas mereka memiliki keahlian untuk integrasi dengan masyarakat.
Dialog dengan Media
Dialog dan diskusi dengan media ini diharapkan turut mendorong pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan penyelengaraan penanganan dan pemulihan perempuan korban kekerasan di Kalimantan Barat. Tinggi dan beragamnya kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu persoalan penting sehingga peran media sangat dibutuhkan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalismenya terkait isu-isu tersebut salah satunya hasil pemantauan keadilan restoratif di Kalimantan Barat.
Media menyambut baik temuan-temuan Komnas Perempuan, dan mengharapkan ada ruang komunikasi lebih lanjut dengan Komnas Perempuan terkait perkembangan isu-isu perempuan termasuk mendukung peran jurnalis pada isu ini, terutama jurnalis perempuan.