Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan oral statement pada Public Meeting of the 41th Session of the Committee on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families (CMW) yang berlangsung di Palais des Wilson, Jenewa, Swiss, pada Senin (1/12/2025). Kesempatan ini menjadi bagian penting dari kontribusi Komnas Perempuan sebagai Lembaga HAM Nasional Indonesia dalam memantau dan melaporkan implementasi Konvensi Pekerja Migran (CMW), khususnya yang berdampak pada perempuan pekerja migran.
Dalam pernyataannya, Komnas Perempuan mengakui adanya kemajuan yang telah dicapai Pemerintah Indonesia, termasuk pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, penguatan kebijakan dan prosedur perlindungan pekerja migran di perwakilan diplomatik, serta langkah-langkah penyelamatan pekerja migran dari ancaman hukuman mati. Komnas Perempuan menilai bahwa kebijakan-kebijakan tersebut merupakan langkah yang signifikan dalam memperkuat perlindungan bagi pekerja migran perempuan.
Namun demikian, Komnas Perempuan menegaskan bahwa masih terdapat kesenjangan struktural yang berdampak serius bagi pekerja migran perempuan sepanjang siklus migrasi mereka. Sejumlah persoalan yang disampaikan mencakup lemahnya kerangka hukum dan kebijakan, berlanjutnya kekerasan dan eksploitasi, kesenjangan pelindungan di negara tujuan, serta terbatasnya akses reintegrasi dan jaminan sosial setelah kembali ke Indonesia. Permasalahan ini menggambarkan bahwa perempuan pekerja migran masih menghadapi hambatan yang kuat dalam memperoleh akses keadilan, layanan perlindungan, serta pemulihan yang layak.
Sebagai bagian dari rekomendasi, Komnas Perempuan mendorong penguatan dan implementasi penuh Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, termasuk perjanjian bilateral, melalui pemantauan yang partisipatif, perluasan jaminan sosial lintas negara, serta penyediaan perlindungan berbasis kebutuhan korban di seluruh kementerian, lembaga, dan perwakilan RI di luar negeri. Komnas Perempuan juga mengusulkan adopsi kerangka hukum yang responsif gender dengan menyelesaikan Rencana Aksi Nasional Pencegahan Perdagangan Orang 2025–2029 serta GCM, serta peningkatan perlindungan hukum terkait eksploitasi digital dan lintas batas. Komnas Perempuan menekankan pula perlunya penghentian kriminalisasi terhadap pekerja migran tidak berdokumen serta pemenuhan hak anak pekerja migran dan individu dalam detensi.
Selain itu, Komnas Perempuan merekomendasikan percepatan langkah-langkah struktural, termasuk meratifikasi Konvensi ILO 189 dan 190, mengesahkan RUU PPRT, serta memperkuat mekanisme akuntabilitas negara, termasuk dengan mengadopsi OPCAT, guna mencegah kekerasan, eksploitasi, dan praktik detensi yang merugikan pekerja migran.
Penyampaian pernyataan lisan ini menegaskan komitmen Komnas Perempuan dalam memastikan bahwa perspektif dan pengalaman pekerja migran perempuan menjadi bagian integral dalam penilaian internasional terhadap implementasi Konvensi Pekerja Migran. Komnas Perempuan juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga HAM nasional untuk memperkuat perlindungan, mencegah kekerasan, dan memperluas akses keadilan bagi perempuan pekerja migran. Agenda ini dihadiri oleh Komisioner Sondang Frishka Simanjuntak, Yuni Asriyanti, Rr. Sri Agustini, serta perwakilan Badan Pekerja Divisi Advokasi Internasional, Rizky Bangun Wibisono.
