Kamis, 30 Juni 2022 Komnas
Perempuan menyampaikan rekomendasi terhadap muatan Rancangan Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke Ketua Komisi III DPR RI, Bambang
Wuryanto. Pertemuan yang diselenggarakan di gedung oleh DPR RI ini dihadiri
oleh Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, Komisioner Komnas Perempuan Maria
Ulfah Anshor serta tiga badan pekerja yakni Hayati Setia Inten, Siti Cotijah
dan Debby Imas. Sementara itu, Ketua Komisi III Bambang Wuryanto didampingi
oleh anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan lainnya yakni Dede Indra Permana,
Trimedya Panjaitan, Novri Ompusunggu, Agustin Wilujeng P, dan Wayan.
Dalam pertemuan ini Andy Yentriyani,
Ketua Komnas Perempuan menyampaikan pentingnya memperluas pembahasan selain 14
Isu krusial yang didiskusikan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Kemenkumham
RI-Komisi III DPR RI pada 25 Mei 2022. Diantaranya adalah harmonisasi RKUHP
dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan menegaskan enam jenis kekerasan seksual yang termasuk sebagai tindak
pidana kekerasan seksual dan seharusnya termaktub dalam RKUHP. Enam jenis
kekerasan seksual tersebut ialah perkosaan, pencabulan dan persetubuhan, tindak
pidana terhadap perkawinan, melarikan anak dan perempuan untuk tujuan
perkawinan, pemaksaan aborsi dan pemaksaaan pelacuran.
Terkait dengan UU TPKS, Komisioner
Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menambahkan
pentingnya memasukkan pengaturan TPKS ke dalam Bab XXXIV Tentang Tindak Pidana
Khusus Bagian Keenam RKUHP dan menegaskannya dalam Ketentuan Peralihan RKUHP. Sehingga
korban kekerasan seksual yang diatur di RKUHP dapat mengakses hak korban atas penanganan,
perlindungan dan pemenuhan yang diselenggarakan sebelum, selama, dan setelah
putusan peradilan pidana sebagaimana yang dijamin dalam UU TPKS. Selain itu, harus
dipastikan bahwa unsur tindak pidana kekerasan seksual yang diatur di dalam RKUHP
tidak bertumpang tindih dengan unsur tindak pidana kekerasan seksual yang
diatur dalam UU TPKS. Serta memperluas ketentuan mengenai pengecualian tindak
pidana aborsi bagi perempuan korban, tidak terbatas untuk perempuan korban
perkosaan, namun menjangkau pula tindak pidana kekerasan seksual lain yang
dapat menyebabkan kehamilan. Pandangan Komnas Perempuan terhadap isu-isu krusial, sebagai bagian dari 14 isu
krusial, dalam RKUHP Per 18 September 2019 sejalan dengan pentingnya “gender
sensitive” sebagai acuan proses perumusan RUU Hukum Pidana untuk melindungi
harkat dan martabat perempuan sebagaimana yang dinyatakan dalam Naskah
Akademik RUU KUHP.
Kemudian Komnas
Perempuan merekomendasikan Tim Perumus RKUHP untuk menghapus usulan norma hukum
yang hidup di masyarakat karena berpotensi menyimpangi asas legalitas,
ketidakjelasan pada pembagian ranah pidana dan ranah perdata, dan identifikasi pertanggungjawaban
pidana serta korban. Ditambah, tidak semua daerah memiliki hukum pidana adat
dan pranata adat. Undang - Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan
bahwa hakim memiliki kewenangan untuk menggali nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat. Dikhawatirkan rekomendasi tentang pidana adat yang akan diatur
dalam Perda akan mendorong terbitnya peraturan daerah diskriminatif yang memuat
ketentuan pemidanaan sekaligus sanksi pidana dan mengkriminalkan kelompok
rentan.
Terakhir Komnas Perempuan menyampaikan tentang pentingnya penghapusan ketentuan pidana mati dalam RKUHP, karena melanggar hak asasi manusia yang sifatnya paling dasar dan tidak dapat dikurangi (non-derogable right), serta pemenuhan keadilan untuk korban kekerasan tidak dapat dipenuhi dengan pidana mati. Hal lainnya adalah perlunya perlindungan terhadap Relawan Berkompeten yang Mensosialisasikan Alat Pencegah Kehamilan dan Pengguguran Kandungan Terhadap Anak. Para pihak yang berkompeten dan aktif mendukung program pemerintah belum tentu ditunjuk pejabat berwenang (BKKBN atau Dinkes) diantaranya: kader kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama terlatih, lembaga masyarakat, pihak swasta penyedia layanan, serta masyarakat umum yang berupaya mengakses, mendapat dan memberikan informasi layanan kontrasepsi.
Menanggapi hal tersebut, Bambang Wuryanto Ketua Komisi III DPR RI beserta jajaran anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan menyampaikan terima kasih atas rekomendasi yang disampaikan oleh Komnas Perempuan. Terutama rekomendasi tentang harmonisasi UU TPKS dan RKUHP, serta pasal-pasal terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bambang Wuryanto menyampaikan bahwa rekomendasi harmonisasi UU TPKS dalam RKUHP dapat diakomodir. Namun beberapa rekomendasi seperti pidana hukuman mati sulit untuk dihapuskan. Oleh karenanya, Bambang Wuryanto mengusulkan alternatif yang dapat ditempuh oleh Komnas Perempuan untuk menggugat pasal-pasal yang tidak disetujui dalam RKUHP adalah melalui Judicial Review, pasca RKUHP disahkan menjadi Undang - Undang. (SC)