...
Kabar Perempuan
Konferensi Pers Peluncuran Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (24 November 2021)

Konferensi Pers Peluncuran Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan


Pada tanggal 24 November 2021, Komnas Perempuan menggelar Konferensi Pers terkait Peluncuran Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang akan berlangsung mulai 25 November hingga 10 Desember 2021 mendatang, dalam kampanye ini, Komnas Perempuan mengusung tema “Dukung Korban, Dukung Penghapusan Kekerasan Seksual: Gerak Bersama, Sahkan Payung Hukum Penghapusan Kekerasan Seksual yang Berpihak pada Korban”.

Dengan menghadirkan narasumber dari pihak Komnas Perempuan yakni Bahrul Fuad (Komisioner Komnas Perempuan), Veryanto Sitohang (Ketua Sub Komisi Partisipasi Masayarakat) serta Satyawanti Mashudi (Komisioner Komnas Perempuan) yang mengupas mulai dari sejarah lahirnya Komnas Perempuan, urgensi dari perlindungan terhadap korban kekerasan, hingga isu-isu prioritas yang akan diusung dalam Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.

Dalam penyampaian materi pertama yang dibawakan oleh Veryanto Sitohang, disampaikan bahwa melihat sejarah berdirinya Komnas Perempuan dari adanya tragedi kekerasan terhadap perempuan, hal ini menjadi urgensitas tersendiri bagi Komnas Perempuan sebagai lembaga yang digagas untuk menjadi inisiator dalam upaya pemberian keadilan terhadap para perempuan yang menjadi korban pelanggaran HAM, mengingat pada tahun 2021 ini menjadi momentum penting bagi Komnas Perempuan, dikarenakan genap usia ke-23 tahun, sehingga dalam rentang waktu kampanye ini, diharapkan bisa terbangun sebuah terobosan demi terwujudnya keadilan hukum terhadap perempuan, melalui adanya payung hukum yang lebih responsif dan komprehensif yang berpihak pada upaya pemulihan korban, termasuk dengan mendorong DPR sebagai lembaga legislatif untuk mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual serta mengawal dalam implementasinya agar dapat terpenuhi dan terjaminnya hak-hak para korban.

Hal ini dikuatkan oleh narasumber berikutnya, yakni Bahrul Fuad (Komisioner Komnas Perempuan). Bahwa dalam jangka waktu 10 tahun terakhir, tercatat lebih dari 2 juta 4oo ribu kasus kekerasan terhadap perempuan, dimana setiap harinya terdapat 760 perempuan yang mengalami kekerasan, bahkan setiap jamnya terdapat 31 perempuan yang mengalami kekerasan.

Terlebih di era pandemi dimana interaksi sosial media yang lebih intens, membuat perempuan lebih rentan mengalami kekerasan, hingga oktober 21 tercatat lebih dari 4000 kasus kekerasan terhadap perempuan baik di ranah privat maupun publik seperti KBGO, lebih mirisnya lagi, juga menyasar kelompok perempuan rentan, seperti kelompok disabilitas, kelompok minoritas, maupun kelompok yang memiliki kekhususan seperti kelompok perempuan pekerja, dimana masing-masing kelompok perempuan ini memiliki kerentanan yang khas, seperti pada kelompok disabilitas yang memiliki kerentanan ganda, baik dari adanya subordinitas sebagai dampak dari adanya budaya patriarki maupun dari keterbatasan fisik serta psikologis dari kondisi disabilitas yang dimiliki.

Hal ini menjadi bukti bahwa kekerasan terhadap perempuan sudah berada pada situasi krisis, mengingat bukan hanya terkait angka yang meningkat, tetapi bentuknya yang semakin bervariasi, yang semakin diperburuk dengan banyaknya perempuan yang masih minim literasi terhadap akses digital untuk memproteksi data diri, hingga perempuan rentan menjadi sasaran KBGO.

Menyambung dari apa yang telah disampaikan oleh Bahrul Fuad, Satyawanti Mashudi sebagai narasumber ketiga, menyoroti bahwa dari banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan, kurang dari 30 % kasus yang diproses hukum, bahkan banyak kasus yang tidak sampai pada tahap berikutnya, hal ini menjadi penguat bahwa kekerasan terhadap perempuan layaknya fenomena gunung es yang masih saja terjadi. Berbagai faktor penyebab seperti aspek substansi hukum yang belum komprehensif dalam upaya perwujudan keadilan terhadap korban, adanya stigma yang membatasi korban untuk melakukan pengaduan, maupun dari perspektif APH terhadap kasus yang diterima yang cenderung membuat korban mengalami reviktimisasi, sehingga kampanye 16 HAKTP ini mejadi momentum penting bagi Komnas Perempuan beserta seluruh elemen masyarakat untuk mendorong lahirnya payung hukum agar terwujud perlindungan terhadap korban secara utuh, terputusnya mata rantai kekerasan terhadap perempuan, serta hadirnya pemulihan kondisi korban yang komprehensif sebagai bagian dari penghormatan hak asasi manusia.

Menyikapi urgensitas ini, Komnas Perempuan dalam Kampanye 16 HAKTP ini, menginisiasi serangkaian kolaborasi, baik dengan jaringan masyarakat sipil, organisasi kepemudaan, maupun kedutaan besar untuk bersinergi demi kesuksesan momentum kampanye 16 HAKTP, dimana Komnas Perempuan dalam kampanye ini, menggagas tiga rekomendasi, yakni: mendesak badan legislatif DPR untuk mengesahkan RUU TPKS dengan tidak melupakan subtansi terkait upaya pemenuhan hak-hak korban, mendorong Presiden RI agar memberikan arahan kepada lembaga terkait untuk mengawal proses penyusunan payung hukum sehingga RUU TPKS memiliki ketepatan subtansi untuk membangun ruang aman bagi korban dengan tenaga ahli yang memadai, serta mengajak media dan masyarakat untuk berkolaborasi bersama-sama mengawal proses pembahasan RUU TPKS, mengingat media dan masyarakat merupakan partner strategis bagi Komnas Perempuan untuk secara intensif mengampanyekan hak-hak perempuan, menjadi suara dari para korban, maupun mengedukasi publik secara masif, berkaca pada kondisi saat ini, meskipun disebut sebagai era digital, namun media memiliki peran yang semakin dibutuhkan, termasuk untuk membendung berita-berita hoax salah satunya terkait RUU TPKS, sehingga upaya pemenuhan hak perempuan dapat terwujud seiring dengan pengembangan pihak-pihak yang mendukung kinerja Komnas Perempuan *)


Pertanyaan / Komentar: