...
Kabar Perempuan
KuPP Luncurkan Laporan 25 Tahun Implementasi Konvensi Menentang Penyiksaan di Kupang


Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Nasional Disabilitas (KND), dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meluncurkan 25 tahun implementasi Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention Against Torture, CAT) di Indonesia di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Selasa (19/11/2024).

“Laporan 25 tahun Konvensi Menentang Penyiksaan ini mengambil tajuk “Membongkar Stagnansi.” Judul ini dipilih karena mencerminkan hal yang perlu dilakukan dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi dalam 25 tahun pelaksanaan Konvensi ini,” ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan saat membuka acara.

Lebih lanjut, Mariana mengungkapkan bahwa terdapat kemajuan upaya pemerintah dalam menentang penyiksaan. Pada aspek kerangka kebijakan, revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU No.12/2024 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara eksplisit melarang tindak penyiksaan dan komutasi hukuman mati, dan spesifik pelarangan penyiksaan seksual dalam UU TPKS. Berbagai norma dan aturan serta lembaga untuk menjamin penghormatan dan perlindungan pemenuhan HAM semakin tersedia. Aturan pengawasan semakin bertumbuh, dilengkapi dengan alat kelengkapan di dalam institusi untuk memastikan norma dan aturan ditegakkan. 


“Rencana aksi disusun, dengan deret panjang pemanggul tanggung jawab dan target yang hendak dicapai. Keberadaan lembaga-lembaga nasional HAM, lembaga independen untuk melakukan pengawasan eksternal serta aktivisme di masyarakat sipil terus mendesakkan kemajuan dalam aspek pencegahan, penegakan hukum dan pemulihan korban,” ujar Mariana,

 

Namun, lebih lanjut Mariana mengungkapkan bahwa jika dibandingkan dengan catatan Komite CAT pada tahun 2011 sebagai pedoman pelaporan Indonesia Siklus Ketiga, Indonesia serasa masih berjalan di tempat dengan persoalan yang sama. 


Laporan KuPP mengungkapkan bahwa praktik penyiksaan dan tindakan kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan martabat masih terjadi, terutama terhadap perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. Laporan ini juga mencatat pelanggaran dalam pelayanan publik, termasuk di sekolah, rumah sakit, dan lembaga pemasyarakatan, yang berdampak fatal bagi korban.

“KuPP berharap laporan ini dapat mendorong perubahan kebijakan untuk memperkuat perlindungan hak asasi manusia di Indonesia,” ungkap Mariana.

Peluncuran laporan ini juga telah dilakukan secara nasional di Jakarta pada Rabu (16/10/2024). Kupang menjadi wilayah kedua dari peluncuran ini untuk mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan perdagangan orang, kekerasan terhadap perempuan berbasis budaya seperti penghambaan dan persilangan isu lainnya.

“Perhambaan itu seperti sistem perbudakan, seorang hamba itu tidak memiliki kemerdekaan, ia dikuasai majikannya. Ada kasus di mana ia dilarang menggunakan kontrasepsi, agar anak banyak dan semakin banyak hamba. Perempuan dan anak yang dilahirkan akan berada dalam situasi ini dan memperpanjang siklus perbudakan,” jelas Komisioner Satyawanti Mashudi saat memaparkan hasil temuan awal KuPP.

Penyampaian hasil laporan awal ini dilakukan oleh perwakilan KuPP lainnya yakni Project Manager KuPP Antonio Pradjasto, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah, dan Komisioner KND Fatimah Asri.



Pertanyaan / Komentar: