Merespon
adanya tantangan kebijakan yang berpotensi melemahkan pemenuhan hak
konstitusional dan hak asasi manusia khususnya perempuan Pekerja Migran Indonesia,
serta menyambut peringatan hari buruh migran sedunia, Komnas Perempuan pada
Jumat, 17 Desember 2021 menggelar diskusi publik yang memastikan pelaksanaan
pembebasan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Catatan
Tahunan Komnas Perempuan sepanjang 2017-2020 mencatat terdapat 699 kasus
perempuan migran dan 816 kasus perdagangan orang yang menggambarkan bahwa
pemenuhan dan perlindungan perempuan pekerja migran Indonesia menjadi penting
untuk tetap dilaksanakan dan ditingkatkan.
Dalam
sambutannya, Olivia Salampessy selaku wakil ketua Komnas Perempuan menyampaikan
semangat perlindungan dan pemajuan hak PMI yang dijamin melalui Undang-Undang
No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan
Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) pada Pasal 30 Ayat 2 bahwa PMI tidak dapat
dibebankan biaya penempatan. Namun, terbitnya Keputusan Kepala Badan
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) No. 214 Tahun 2021 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pembebasan Biaya Penempatan PMI yang diduga jauh lebih
merugikan pekerja perempuan Indonesia. Kemudian, Satyawanti Mashudi selaku
komisioner Komnas Perempuan menambahkan dalam penghapusan biaya penempatan ini
dipandang oleh Komnas Perempuan sebagai suatu upaya untuk menghapus praktik
perdagangan orang, kekerasan, maupun eksploitasi yang ditengarai selama ini
dilakukan oleh pemberi pekerja.
Fadzar
Allimin, S.Psi., M.Psi (Koordinator Pemberdayaan, Fasilitasi Rehabilitasi serta Reintegrasi
Kawasan Asia dan Afrika) menanggapi bahwa mekanisme KTA dan KUR ini diawasi
oleh Aparatur Pengawas Internal Pemerintah dan jika ditemukan pelanggaran
penerbitan surat rekomendasi pengajuan KTA maka akan dijatuhi sanksi dan apabila
ada kelalaian dalam pemberian KTA maka seluruh unsur di UPT akan dikenakan
sanksi sesuai perundang-undangan yang berlaku. Sistem kehati-hatian, kebenaran
dan transparansi tentang pemberian Kredit Tanpa Agunan (KTA) ini sebagai bentuk
perlindungan ataupun fasilitas PMI dapat berlangsung dengan baik.
Maizidah
Salas selaku Koordinator Pendidikan dan Sosialisasi SBMI menyampaikan sesuai
dengan mandat UU No. 18 Tahun 2017 untuk segera membuat ratifikasi terkait
biaya penempatan, namun baru tahun 2021 diterbitkan dan terdapat kekosongan
hukum selama 3 tahun. Kasus over-charge
yang meningkat sulit untuk di advokasi karena terdapat kekosongan hukum dan
masih merujuk pada Kepdirjen Tahun 2009.
Lebih
lanjut, Yudi (BP2MI) menambahkan bahwa UU No. 18 Tahun 2017 merupakan suatu
produk hukum yang sangat ideal, namun kondisi Indonesia saat ini belum mampu
menyediakan anggaran khusus untuk melaksanakan amanat UU tersebut sehingga
fasilitas KTA dan KUR merupakan strategi dalam pelaksanaan pembebasan biaya
penempatan tersebut. Dalam rangka mewujudkan zero-cost ini perlu adanya kepastian hukum terkait memastikan bahwa
pemerintah dapat memberikan anggaran khusus melalui APBD maupun APBN untuk
dialokasikan pada biaya penempatan agar semangat dalam pemenuhan dan
perlindungan PMI dapat diimplementasikan sepenuhnya.