Pada Sidang Universal Periodic Review (UPR) Siklus IV tanggal 11 November 2022 di Jenewa, Indonesia telah menerima 269 rekomendasi (yang kemudian direvisi menjadi 259 rekomendasi) dari 108 negara peserta sidang. Komnas Perempuan hadir secara luring dan dengan fokus pada isu prioritas menyangkut penghapusan kekerasan dan penyiksaan seksual berbasis gender, penghapusan kebijakan-kebijakan diskriminatif khususnya terhadap kelompok minoritas dan minoritas seksual, penghapusan hukuman mati, femisida dan pelanggaran HAM masa lalu. Pada momen respons negara-negara pihak atas rekomendasi-rekomendasi yang disampaikan negara delegasi Sidang UPR, Indonesia menyampaikan defer dengan catatan bahwa dalam proses pengadopsian 259 rekomendasi negara delegasi, akan melibatkan partisipasi signifikan LNHAM, organisasi-organisasi masyarakat sipil dan kementerian/lembaga negara terkait.
Komnas Perempuan turut mengawal proses pengadopsian rekomendasi-rekomendasi UPR Siklus IV. Pengawalan tersebut berupa keterlibatan dalam dialog dengan LNHAM dan organisasi-organisasi masyarakat sipil yang diselenggarakan Kementerian luar negeri (Kemenlu) Republik Indonesia untuk mendapatkan masukan-masukan pada 18 Januari 2023.
Bentuk pengawalan lainnya adalah, dengan bekerjasama organisasi-organisasi masyarakat sipil yang menjadi mitranya (Gerakan Perempuan Peduli Indonesia, CWGI, HWDI, FnE, OPSI, Migrant Care, Kontras) menyusun dan mengusulkan rekomendasi-rekomendasi terkait pemajuan dan pemenuhan HAM perempuan dan penghapusan kekerasan berbasis gender termasuk minoritas seksual kepada Pemerintah Indonesia.
Pada 27 Januari 2023, Komnas Perempuan dan mitra-mitranya melakukan dialog dengan Kementerian Koorrdinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Dari Komnas Perempuan hadir Andy Yentriyani (Ketua Komnas Perempuan), Rainy Hutabarat (komisioner) dan Theresia Iswarini (komisioner), dan Sondang Frishka (Badan Pekerja). Mewakili organisasi masyarakat sipil hadir Rita Kolibonso (Gerakan Perempuan Peduli Indonesia), Rena Handayani (CWGI), Arvi Bantian (OPSI) dan Ayu Syuraya (HWDI). Sedangkan mewakili Kemenkopolhukam hadir Rina P. Soemarno, Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri, Brigjen TNI Rudy Syamsir, SH, MH., Asisten Deputi Koordinasi Pemajuan dan Perlindungan HAM, Vitto R. Tahar, Plh. Asisten Deputi Koordinasi Kerja Sama Multilateral, Kolonel Sus Budi Eko Pratomo, Kepala Bidang Hukum, HAM, dan Kemanusiaan Internasional.
Sebanyak 18 klaster isu disampaikan Komnas Perempuan dan mitra-mitranya untuk diadopsi, di antaranya: (a) Ratifikasi instrumen-instrumen HAM internasional di antaranya Konvensi Penghilangan Paksa, Protokol Opsional Hak-hak Sosial Politik, Protokol Opsional Anti Penyiksaan, Protokol Opsional CEDAW, Konvensi Pekerja Rumah Tangga, Konvensi ILO No. 189 tentang Hak Maternitas, Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, Protokol Opsional Hak Anak tentang Pelibatan Anak pada Konflik Bersenjata. Isu-isu interseksional yang didorong untuk diadopsi, antara lain, pelindungan perempuan pembela HAM (PPHAM), Menghapus pasal-pasal fitnah dalam UU ITE dan mengambil langkah-langkah menghapus legislasi dan kebijakan yang mendiskriminasikan minoritas seksual, gender, status HIV/AIDS dan mengkriminalkan minoritas seksual; menghapus perundang-undangan yang membatasi kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berserikat, termasuk UU No. 17/2013 tentang Organisasi Sosial dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berkumpul; mengadopsi perundang-undangan dan mengimplementasikan kebijakan yang komprehensif bagi pelindungan Pembela HAM termasuk pembela HAM lingkungan hidup, aktivis dan jurnalis; mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional HAM (RAN HAM 5 TAHUNAN) dengan melibatkan LNHAM, organisasi masyarakat sipil dan pemangku kepentingan lainnya dalam peningkatan mekanisme HAM; pelanggaran HAM di Papua, mengadopsi Strategi Nasional Bisnis dan HAM, penghapusan hukuman mati, akses aborsi aman dan layanan kespro, penghapusan angka kematian ibu dan anak, praktik-praktik berbahaya, perlindungan perempuan pekerja termasuk pekerja migran dan penghapusan perdagangan orang, dan lain-lain.