Maraknya pelecehan seksual di transportasi publik harus menjadi perhatian semua pihak, terutama penyedia jasa layanan transportasi publik. Kamis, 11 Agustus 2022 Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bersama PT. Transportasi Jakarta (Transjakarta) bertemu untuk membahas langkah-langkah pencegahan hingga penanangan pelecehan seksual yang strategis di Transjakarta. Pertemuan tersebut diselenggarakan di kantor Komnas Perempuan dan dihadiri oleh Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, dan Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang, serta didampingi 3 badan pekerja.
Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan dan Hubungan Masyarakat Transjakarta Anang Rizkani Noor hadir dan memperkenalkan tim Transjakarta lainnya yang bekerja khusus untuk pelayanan pelanggan Transjakarta. Diantaranya adalah Kepala Departemen Pengembangan Standarisasi Layanan Muhammad Ridwan, Kepala Departemen Komunikasi dan CSR Iwan Samariansyah, Kepala Divisi Pelayanan M Shadiq Helmy, dan Kepala Divisi Pengembangan Layanan dan SPM Budi Susandi.
Anang Rizkani Noor menerangkan bahwa setiap harinya Transjakarta mengoperasikan sekitar 4000 armada. Sebelum pandemi jumlah penumpang Transjakarta bisa mencapai 1 juta penumpang perhari. Namun, selama masa pandemi pengguna Transjakarta menurun menjadi sekitar 700.000 penumpang setiap hari. Seiring pandemi COVID-19 yang kini mereda, jumlah penumpang diperkirakan akan terus naik, terutama dengan mayoritas penumpang perempuan. Oleh karenanya, Transjakarta harus mempersiapkan langkah-langkah antisipatif untuk keamanan penumpang sehingga aman dari tindak pelecehan seksual.
Iwan Samariansyah menambahkan bahwa hingga bulan Agustus 2022 Transjakarta telah menerima laporan pelecehan seksual sebanyak mencapai 12 kasus yang mayoritas korbannya penumpang perempuan. Untuk menangani pelecehan seksual, Transjakarta bekerjasama dengan P2TP2A DKI Jakarta dengan membuat Pos SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak). Pos SAPA telah tersedia di 23 halte ini masih kurang memadai dibandingkan jumlah halte yang mencapai sekitar 250-an halte.
Kepala Divisi Pengembangan Layanan dan SPM Budi Susandi juga menyampaikan bahwa Transjakarta saat ini akan mengaktifkan kembali bus berwarna merah muda yang diperuntukan untuk penumpang perempuan. Selain itu, mendirikan pusat layanan pelanggan dengan tahapan awal menyusun pedoman layanan pencegahan dan pengaduan kekerasan seksual yang mengacu pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Pedoman ini nantinya juga akan memuat isu inklusi lainnya seperti layanan terhadap penyandang disabilitas. Dalam penyusunan pedoman tersebut, Transjakarta meminta rekomendasi Komnas Perempuan terkait langkah-langkah pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang tepat dan efektif.
Menurut Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, penumpang perempuan adalah kelompok yang paling rentan menjadi korban kekerasan seksual dalam transportasi publik. Setidaknya ada tiga reaksi korban saat terjadi pelecehan seksual, dari yang mulai berani melawan pelaku, melaporkan kekerasan yang dialami atau diam karena takut dan terguncang. Dalam banyak kasus kekerasan seksual, perempuan lebih banyak diam karena takut.
Upaya pencegahan kekerasan seksual dengan memasang CCTV dan pengaktifan bus khusus perempuan oleh Transjakarta patut diapresiasi. Meski Komnas Perempuan memandang pendayagunaan bus khusus perempuan bukanlah langkah efektif karena kekerasan seksual bisa terjadi pada siapapun. Kenyamanan penumpang harus ditelaah karena kebijakan segregasi akan mengakibatkan dampak-dampak operasional Transjakarta. Langkah penyadaran publik melalui sosialisasi harus terus dilakukan oleh Transjakarta dengan mengambil pokok-pokok pikiran UU TPKS. Sosialisasi tersebut dilakukan di bus maupun di halte, melalui announcer maupun poster.
Terkait dengan penanganan korban kekerasan seksual, Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang menyampaikan bahwa Komnas Perempuan tidak memiliki mandat untuk melakukan pendampingan atau penanganan. Kasus kekerasan seksual yang diadukan oleh Komnas Perempuan akan diteruskan ke Lembaga Layanan sesuai kebutuhan dan domisili pelapor. Komnas Perempuan dapat memberikan masukan dan rekomendasi terhadap pedoman yang disusun oleh Transjakarta. Komnas Perempuan juga bisa bekerjasama untuk peningkatan pengetahuan petugas tentang kekerasan seksual dan mekanisme layanan bagi korban. Selain kerja sama, kedepan diharapkan Transjakarta bisa mengadopsi kampanye-kampanye yang diprakarsai oleh Komnas Perempuan agar upaya penghapusan kekerasan seksual bisa terus berkelanjutan. [SC]