Komnas
Perempuan menyampaikan apresiasi atas dukungan dan keberpihakan Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) kepada kaum mustadh'afin dan dhuafa, dalam
hal ini Pekerja Rumah Tangga
(PRT), terhadap upaya pengesahan RUU Perlindungan PRT. Pada Senin, 6 September 2021, Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bersama dengan Jaringan Masyarakat Sipil
(JMS) melakukan audiensi dengan PBNU guna mendiskusikan dan memperkuat dukungan
serta keberpihakan terhadap pengakuan dan perlindungan hukum Pekerja Rumah
Tangga (PRT). Tujuan audiensi tersebut adalah untuk a) menggalang dan
meluaskan dukungan terhadap pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan PRT
di berbagai elemen di Nahdlatul Ulama; b) mendorong PBNU melakukan pengawalan dan lobi-lobi politik,
khususnya kepada DPR RI agar segera melakukan pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan PRT.
Pada
audiensi tersebut, PBNU diwakili oleh antara lain: M. Imdadun Rahmat (Wakil
Sekjen PBNU), Rumadi Ahmad (Ketua Lakpesdam PBNU), Khamami Zada (Wakil Ketua
Lakpesdam PBNU), Marzuki Wahid (Sekretaris Lakpesdam PBNU) beserta staf dan Riri
Khariroh (Ketua Lembaga Konsultasi dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LKP2A)
Fatayat NU. Sedangkan tim Komnas Perempuan
diwakili oleh Komisioner: Theresia Iswarini, Satyawanti
Mashudi, Alimatul Qibtiyah beserta Badan Pekerja. Sementara, JMS diwakili oleh
Eva Sundari dan Dia Puspita (Institute
Sarinah); Lita Anggraini dan Ari Ujianto (JALA
PRT); Dewi Korawati dan Susi Susmiharti (Serikat PRT) dan Ninik Rahayu
(JalaStoria.id).
Komnas
Perempuan menyampaikan urgensi pengakuan, jaminan dan perlindungan hukum yang
adil terhadap PRT melalui pengesahan RUU Perlindungan PRT. Sedangkan JMS menyampaikan bahwa RUU Perlindungan PRT
telah berproses di DPR RI selama 17 tahun dan tidak kunjung disahkan sementara
berbagai kasus dan kekerasan terus dialami para PRT. Sementara
itu, Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
hanya mengatur pekerjaan formal, serta tidak memberikan jaminan pengakuan dan
perlindungan bagi pekerja di sektor domestik. Oleh karenanya, membutuhkan
dukungan dan keberpihakan khususnya dari Nahdlatul Ulama sebagai organisasi
Islam terbesar di Indonesia.
Merespon
pernyataan-pernyataan dari Komnas Perempuan dan JMS tersebut, PBNU menyampaikan dukungan positifnya atas
pengakuan dan perlindungan hukum terhadap PRT. Hal ini juga sejalan dengan mandat NU untuk
selalu berpihak pada kaum Nahdliyin.
Marzuki Wahid (Sekretaris Lakpesdam PBNU) menyampaikan,
“Saya kira NU harus mendukung RUU PPRT ini, karena sebagian besar kaum pekerja
adalah kaum Nahdliyin, selain petani dan nelayan. Kalau saya sepenuhnya setuju
untuk disahkan oleh DPR, apalagi sudah 17 tahun. Ini juga merupakan segmentasi
besar dari masyarakat kita. Tinggal kita mengatur strateginya, apa yang NU
lakukan, seperti lobi-lobi partai besar. Kita akan ada Musyawarah Nasional
(Munas) Alim Ulama NU. Usulan
dari pertemuan ini, kita dapat menulis poin penting kepada pimpinan NU dan Rais
Aam NU.”
Selanjutnya, Riri Khariroh (Ketua Lembaga Konsultasi
dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LKP2A) Fatayat NU menekankan pentingnya sosialisasi
di berbagai elemen di NU dan menyusun strategi yaitu dengan memasukkan
pembahasan RUU PPRT ke Forum Bahtsul Masa’il untuk selanjutnya, para kiai akan
mencocokkan dalilnya saat di Munas. “Setelah NU mengeluarkan putusan keagamaan,
ini jadi dasar untuk lobi ke partai, terutama yang terdapat elemen-elemen NU di
dalamnya,” terangnya.
Rumadi Ahmad (Ketua Lakpesdam NU) melengkapi, “Pada
Forum Bahtsul Masa'il, ada beberapa bentuk hukum, seperti hukum keseharian dan
kita akan usulkan pembahasannya”. M. Imdadun Rahmat (Wakil Sekjen PBNU) juga
bersepakat dan akan membahas isu ini ke persiapan forum Bahtsul Masa’il dan
selanjutnya ke kongres Munas. Perwakilan PBNU yang
hadir dalam audiensi ini juga bersepakat untuk melakukan pengawalan
bersama-sama.
Menanggapi
dukungan positif dari PBNU, Komnas Perempuan dan JMS juga menyatakan kesiapannya
untuk memperkuat pemahaman seluruh elemen di NU terutama terkait substansi dan informasi
lainnya. Diharapkan pemahaman yang komprehensif tentang RUU Perlindungan PRT
akan memperkuat soliditas dukungan serta upaya pengawalan dan lobi politik,
khususnya kepada DPR RI agar segera melakukan pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan PRT
*)