Tanggal 5 Desember, Pertemuan dengan Kapolda Maluku, Irjen Polisi Lotharia Latif, S.H., M.Hum.
Pertemuan koordinasi ini diawali dengan dialog bersama Kapolda Maluku di Ambon pada tanggal 5 desember 2022. Selain mengkomunikasikan rencana Komnas Perempuan melakukan kunjungan ke Kab. Maluku Barat Daya (MBD) juga mendiskusikan sejumlah tantangan dan hambatan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di Maluku terutama kekerasan seksual terutama pasca disahkan UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki tantangan tersendiri dalam membangun layanan terpadu bagi perempuan korban kekerasan untuk memastikan korban dapat mengakses layanan yang dibutuhkan, baik layanan hukum untuk mendapatkan hak atas keadilan hingga pemulihan korban untuk memastikan Ia kembali dapat melanjutkan hidupnya dengan lebih baik pasca memgalami kekerasan. “Komnas Perempuan harus lebih sering berkoordinasi dengan Polda (Maluku) termasuk memberikan informasi tentang perkembangan kekerasan terhadap perempuan, karena kami terutama Polwan sangat membutuhkan peningkatan kapasitas, apalagi dengan adanya UU TPKS ini, demikian disampaikan Kapolda Maluku, Irjen Polisi Lotharia Latif, S.H., M.Hum di sela-sela pertemuan di kantor Polda Maluku pada senin siang, 5 Desember 2022.
Penanganan hukum dan layanan pemulihan seperti kesehatan dengan kondisi kepulauan tidak hanya menghambat layanan yang seharusnya diterima korban, akan tetapi juga menjadi tantangan tersendiri pagi petugas kesehatan dan aparat penegak hukum, ditambah lagi belum tersedianya psikolog di wilayah ini. “Layanan kesehatan dengan konsep gugus pulau belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat karena transportasi antar pulau yang menjadi kendala terbesar”, hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab. MBD Bapak Ateng Rahakbauw.
Saat ini, sebagai upaya mendekatkan perempuan korban untuk pemulihan, Klasis GPM Maluku mengembangkan program pendampingan bagi perempuan korban kekerasan yang tertuang dalam renstra klasis. Program ini dimulai dengan launching Rumah Aman pada tahun 2021 yang disertai dengan recruitmen relawan pendamping yang disebut Karama atau Komunitas Rasa Sama. Selain tersedia di tingkat Klasis (tingkat Kabupaten), juga tersedia di tingkat desa yang dikelola oleh setiap jemaat gereja yang disebut Rumah Aman Kecil.
Menindaklanjuti berbagai kebutuhan penanganan perempuan korban kekerasan, pemerintah Kab. MBD juga tengah bersiap-siap membentuk P2TP2A seperti disampaikan oleh Bupati MBD dan Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan. Pembentukan P2TP2A ini dikawal bersama Yayasan Gasira yang juga mendampingi Klasis GPM sebagai upaya mendorong pemerintah Kab. MBD melaksanakan tanggung jawabnya sebagaimana amanat UU No.12 tahun 2022, bahwa pemulihan korban kekerasan merupakan tanggung jawab pemerintah daerah melalui penyediaan infrastruktur di wilayahnya.
Sementara itu, ditingkat penegak hukum juga mengalami kondisi yang kurang lebih sama, terbatasnya personil kepolisian terutama di kecamatan-kecamatan yang tersebar di pulau-pulau membuat polisi kerap kesulitan dalam penanganan perkara, apalagi jika cuaca buruk karena sulit menyebarang antar pulau untuk menjangkau masyarakat. Apalagi saat ini, pengadilan negeri masih menginduk di Kabupatan Kepulauan Tanimbar yang merupakan kabupaten asalnya dengan akses transportasi yang sangat terbatas. Alhasil, kekerasan terhadap perempuan kerap ditangani menggunakan mekanisme adat dalam bentuk kesepakatan damai, dan pihak pelaku membayar sejumlah denda adat.