...
Kabar Perempuan
Sinergi Data dan Pemanfaatan Sistem Pendokumentasian Kasus Kekerasan terhadap Perempuan untuk Pemenuhan Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan

Pada tanggal 28 Desember 2021, Komnas Perempuan mengadakan peluncuran Laporan Sinergi Database Kekerasan Tehadap Perempuan bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Forum Pengada Layanan. Tujuan kesepakatan bersama tentang sinergi data dan pemanfaatan sistem pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan oleh ketiga lembaga ini adalah sebagai upaya konsolidasi dan sinergi bersama dalam mewujudkan keterpaduan sistem dokumentasi kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

Andy Yentriyani selaku Ketua Komnas Perempuan memberikan sambutan bahwa adanya peningkatan yang signifikan terhadap kasus kekerasan selama 1 tahun terakhir menjadi urgensi dalam menindaklanjuti sinergi database oleh ketiga lembaga ini mengingat ini diperlukan dalam melakukan sistem Peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta dapat mempercepat terwujudnya inisiatif One Big Data kekerasan terhadap perempuan demi penegakan hak asasi perempuan.

Ira Imelda selaku Dewan Pengarah Nasional FPL juga memberikan sambutan bahwa ketiadaan sinergi sistem pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan menjadi salah satu tantangan dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Sehingga adanya sinergi database ini merupakan langkah awal dalam mewujudkan hak-hak para korban kekerasan.

Pribudiarta Nur Sitepu selaku Sekretaris Kementerian PPPA dalam sambutannya juga menyampaikan kesepakatan bersama ini juga sebagai upaya meningkatkan pengetahuan serta usaha mewujudkan kebijakan untuk penguatan pelaksanaan sistem pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan menjadi terpadu. Selain itu, data ini sangat dibutuhkan sebagai dasar dalam melakukan intervensi penanganan kekerasan terhadap perempuan.

Lies Rosdianty selaku Kepala Biro Data dan Informasi Kementerian PPPA menyampaikan sistem database oleh Kementerian PPPA dikenal dengan sebutan Simfoni PPA, sementara itu, sistem database Komnas Perempuan dikenal dengan Sintaspuan dan FPL memiliki sistem database yang dikenal dengan Titian perempuan. Definisi kasus Ktp dalam Simfoni PPA berbeda dengan Sintaspuan dan Titian perempuan. Di mana dalam simfoni PPA, satu kasus kekerasan dapat melahirkan jumlah korban lebih dari satu. Kemudian mengenai jumlah korban kekerasan selama Januari-Juni 2021 mayoritas terjadi di wilayah Jawa. Secara umum, yang menjadi korban kekerasan adalah usia remaja hingga dewasa. Menurut Simfoni PPA, kekerasan seksual pada anak dan kekerasan fisik pada perempuan dewasa menempati urutan pertama. Sedangkan kekerasan psikis menempati urutan pertama berdasarkan data Sintaspuan dan Titian perempuan. Menurut ketiga lembaga ini, mayoritas usia pelaku kekerasan berada pada rentang usia produktif dan reproduktif. Sementara mengenai pendidikan pelaku, dari ketiga data tersebut mayoritas pelaku memiliki pendidikan terakhir SLTA/SMA dan mayoritas korban berstatus sebagai pelajar/mahasiswa/tidak bekerja.

Dewi Kanti selaku Ketua Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan menyampaikan bahwa jumlah korban selama Januari-Juni 2021, menurut Simfoni PPA terdapat 9057 korban, 1967 korban menurut Sintaspuan, serta 806 korban menurut Titian Perempuan. Anak perempuan usia 0-17 tahun lebih rentan mengalami kekerasan seksual. Sementara itu, menurut data Simfoni PPA kekerasan fisik paling tinggi sebanyak 2324 orang di mana paling rentan dialami oleh perempuan dewasa yakni usia 18 tahun keatas. Dalam ranah KDRT,   kekerasan mayoritas dilakukan oleh suami. Sementara pelaku kekerasan diranah publik salah satunya adalah guru. Meskipun demikian, kasus KDRT serta trafficking relatif mudah diproses secara hukum karena sudah memiliki payung hukum lex spesialis. Sementara kasus kekerasan seksual diluar pencabulan dan perkosaan yang dikenali dalam KUHP, korban masih harus berjuang membuktikan kekerasan seksual yang mereka alami. Adapun tantangan dalam sinergi database antara lain penggunaan istilah, kategorisasi yang berbeda antar lembaga serta mandat yang berbeda antar lembaga menjadi tantangan dalam sinergitas data kekerasan. Selain itu juga sulitnya mengatasi persoalan perhitungan ganda karena belum terintegrasinya sistem pendokumentasian KtP secara utuh antar ketiga lembaga.

Suharti Mukhlas selaku Dewan Pengarah Nasional FPL menyampaikan mengenai rekomendasi atas refleksi proses dan hasil upaya sinergi database antar ketiga lembaga. Di mana terdapat 12 rekomendasi yang dibagi menjadi sinergi database serta rekomendasi atas kecenderungan kasus kekerasan terhadap perempuan. Beberapa diantaranya yakni pemerintah pusat agar segera melakukan pemerataan infrastruktur sistem layanan dan pendokumentasian kasus kekerasan perempuan yang terpadu, pemerintah daerah menegaskan komitmen politik pada koordinasi penanganan dan pendokumentasian dengan memastikan dukungan alokasi dana khusus, kemudian pemerintah pusat, daerah, serta Lembaga Negara dan Lembaga Layanan memberikan perhatian khusus pada kelompok paling rentan serta Kementerian PPPA, Komnas Perempuan, dan FPL menata ulang dan menguatkan proses pendokumentasian kasus. Selain itu perlu mendorong Pemerintah Pusat untuk segera melakukan pembahasan dan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam upaya mengakomodir secara maksimal kebutuhan korban kekerasan seksual.

Acara Gerak Bersama Dalam Data: Laporan Sinergi Database Kekerasan terhadap Perempuan 3 Lembaga, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan dapat disaksikan selengkapnya di kanal Youtube Komnas Perempuan https://www.youtube.com/watch?v=OAqpuhGkryk&t=3728s


Pertanyaan / Komentar: