Hingga tahun 2016, Komnas Perempuan melakukan pemantauan dan mencatat terdapat 421 kebijakan diskriminatif atas nama agama, moralitas, dan mayoritas di era otonomi daerah. Kebijakan yang bersifat diskriminatif ini mengobjektifikasi, menciptakan diskriminasi yang berlapis, serta pelemahan perlindungan diranah hukum karena identitasnya sebagai perempuan, kaum minoritas, dan termarginalkan. Komnas perempuan dalam upayanya menangani kebijakan diskriminatif ini menjalin kerjasama dengan Lemhannas RI melakukan peluncuran kajian strategik pada Rabu, 1 Desember 2021 guna memperkuat ketahanan nasional dan pemenuhan hak asasi perempuan di Indonesia.
Gubernur Lemhannas yang diwakilkan oleh Ibu Reni
Maryeni menyampaikan bahwa kebijakan diskriminatif
akan merentankan kondisi ketahanan nasional yang akan
mempengaruhi semua sektor kehidupan bangsa. Beliau juga menyampaikan dalam
upaya penghapusan diskriminasi ini perlu adanya konsistensi yang kuat secara
berkesinambungan dengan peningkatan pemahaman masyarakat terkait materi hukum
yang berlaku.
Staf Khusus Menteri Dalam Negeri, Bapak Muchlis yang
mengapresiasi atas peluncuran kajian strategik ini serta menegaskan urgenitas
ketegasan dalam intensitas koordinasi antara Kemendagri dengan pemerintah daerah.
Kemendagri sampai saat ini pun telah melakukan klarifikasi terkait kebijakan
diskriminasi pada pemerintah daerah untuk dilakukan evaluasi.
Ibu Leny Nurhayanti (Kementerian PPPA) menyampaikan
bahwa Kementerian PPPA masih dalam proses analisis kebijakan daerah dan tetap
melakukan pencegahan melalui ratifikasi CEDAW terkait kebijakan yang dikemudian
hari bersifat diskriminatif. Tiap Kementerian telah melakukan kajian dengan
parameter sesuai dengan kementeriannya, maka perlu adanya sinergitas serta
koordinasi lebih lanjut.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Kemaanan RI
melalui Bapak Temanenga menyatakan
dukungan dalam peluncuran kajian strategik ini serta perlu adanya keterlibatan
dari kementerian lain guna percepatan dalam penanganan kebijakan diskriminatif.
Dihadirkan juga Bapak Maruarar Siahaan pun merekomendasikan adanya edukasi
sejak dini terkait hak asasi manusia sebagai salah satu upaya menanamkan rasa
toleransi dan norma sosial budaya.
Bapak Anhar Gonggong turut menyampaikan perbedaan budaya
tiap daerah mengindikasikan bahwa perlu adanya analisis lebih lanjut melalui
aspek sosial budaya serta pentingnya pemahaman masyarakat sebagai pelaksana
kebijakannya. Ibu Indraswari menyampaikan adanya norma adat istiadat,
kebiasaan, tata kelakuan menjadikan tidak perlu seluruhnya diatur dalam hukum.
Selain itu beliau juga menegaskan bahwa masalah percepatan penanganan kebijakan
diskriminatif bukan semata masalah perempuan atau kelompok minoritas lainnya
saja, melainkan masalah ketahanan nasional, kesatuan, dan persatuan bangsa.