Tim Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri dari Komnas Perempuan, Komnas HAM, ORI, KPAI, LPSK, dan KND diterima oleh Wakil Kepala Polisi Daerah (Wakapolda) Brigjen Ramdani Hidayat di Markas Polda yang baru di Koya Koso, Distrik Muara Tami, Jaya Pura pada Senin (24/7/2023). Pertemuan dilakukan untuk menyampaikan agenda revisit dan pemantauan lapas/rutan di Papua, yang meliputi Polda Papua, Lembaga Pemasyarakatan Perempuan/LPP Keerom, LPP Jayapura, Lembaga Pemasyarakatan Anak/LPKA Keerom, LPKA Jayapura, Polsek Abepura, Polresta Jayapura Kota, dan Polres Jayapura, Mako Brimob Jayapura, Lapas Narkoba Jayapura, Polres Keerom dan Rumah Sakit Jiwa/RSJ Abepura.
Selain revisit dan kunjungan, KuPP juga mengadakan konsinyering KuPP dengan Polda Papua, Kakanwilhumkam Papua dan para pimpinan lapas terkait informasi awal atas temuan/hasil revisit dan pemantauan serta rekomendasi-rekomendasi KuPP. KuPP juga mengundang Polda Papua untuk turut serta dalam diskusi terpumpun yang dilaksanakan pada 25 juli 2023.
Dalam pertemuan tersebut, Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menyampaikan bahwa penyiksaan di tempat-tempat tahanan dan serupa tahanan merupakan sistem yang perlu diperbaiki. Terkait hal tersebut, KuPP sudah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhumkam) pada 2017, diperpanjang 2022, dan dapat diperbarui setiap lima tahun berdasarkan kesepakatan bersama. Sejauh ini, kerjasama KuPP dengan Polda Papua berjalan baik.
Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat menambahkan bahwa Komnas Perempuan juga telah meneken Nota Kesepahaman dengan POLRI tentang Sinergisitas Tugas dan Fungsi dalam Rangka Pelindungan Hukum dan Penghapusan Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan pada 2022.
Wakapolda Brigjen Ramdani mengungkapkan bahwa hambatan dalam pemenuhan hak-hak tahanan banyak terbentur pada anggaran.
“Petugas lapas sudah dibagi untuk menangani laki-laki dan perempuan. Memang, kami perlu melakukan introspeksi dan kami berupaya menjadikan lapas lebih manusiawi, CCTV dipasang di berbagai sudut strategis. Ruang disekat dan per kamar ada toiletnya. Namun faktanya, terbentur anggaran yang minim. Akibatnya, pelanggar pidana dari masyarakat dan anggota polisi ditempatkan dalam satu sel dan hal ini membuka kesempatan“saling belajar”di antara tahanan,”ungkap Ramdani.
Ramdani juga mencatat bahwa kasus KDRT banyak ditemukan di lapas, tembusan bahkan sampai ke Komnas HAM.
“Kadang-kadang, Komnas HAM, ORI, dan Kompolnas memberi peringatan untuk menindaklanjuti kasus KDRT. Mudah-mudahan kunjungan ke Papua ini dapat mendorong perbaikan kondisi lapas atau rutan,” katanya.
Komisioner ORI Jemsly Hutabarat mengungkapkan tujuan tim KuPP dibentuk adalah untuk pencegahan penyiksaan yang bertujuan meratifikasi Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan (OP.CAT).
Dalam kesempatan yang sama, komisioner KND Fatimah Asri menyampaikan bahwa keterlibatan KND dalam KuPP diharapkan dapat memperkuat aspek perspektif disabilitas dalam upaya pencegahan penyiksaan di tempat-tempat tahanan maupun serupa tahanan.
“KuPP terdiri 6 lembaga terdiri Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, KPAI, ORI dan sudah menandatangani Nota Kesepahaman dengan anggota baru KND. Pada periode sebelumnya, motor penggerak KuPP adalah Komnas HAM dan sejak 2023-2027, Komnas Perempuan mendapat giliran,”tambah Fatimah.
Pertemuan dengan Polda Papua ini diwakili Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin dan Rainy Hutabarat, Komisioner KND Fatimah Asri, Komisioner ORI Jemsly Hubatarat, Komisioner KPAI Dian Sasmita, dan perwakilan Komnas HAM.
Pada waktu yang sama, anggota-anggota KuPP yang lain terdiri dari Antonio Pradjasto selaku Manajer Program kerjasama Komnas Perempuan – Uni Eropa, Komisioner KPAI Sylvana Apituley, Komisioner LPSK Susilaningtias melakukan diskusi kelompok terpumpun dengan organisasi-organisasi masyarakat sipil di Papua yang dihadiri di antaranya KONTRAS Papua, WALHI Papua, HWDI Papua, JUBI, LBH APIK Papua, terkait sharing awal situasi HAM Papua, Kepolisian dan Tahanan serta kasus-kasus penyiksaan oleh berbagai pelaku dan korban pada macam-macam ranah (KDRT, tahanan, konflik SDA, perempuan penyandang disabilitas, dan lain-lain).