MODUL ANGGARAN DESA YANG RESPONSIF TERHADAP
DISABILITAS DAN LANSIA
Kolaborasi Komnas Perempuan dan Umah Ramah Cirebon
Pada tanggal
10-12 Maret 2022 Komnas Perempuan bersama Umah Ramah Cirebon menyelenggarakan Training
of Training (ToT) sebagai uji coba Modul Anggaran Desa yang
Responsif terhadap Disabilitas dan Lansia. Pemilihan modul ini
merupakan rekomendasi dari ToT sebelumnya yang diselenggarakan di Bekasi dan Kupang, yang
dirasa kurang efektif dengan mengujicobakan 3 modul sekaligus selama 3 hari,
yaitu Modul Kesehatan reproduksi dan Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Disabilitas dan lansia; Modul Anggaran Desa yang Responsif terhadap
Disabilitas dan Lansia; dan Modul Perlindungan Perempuan Disabilitas dan Lansia
di Masa Pandemi. ToT Modul 1 yang dilakukan selama
3 hari ini ternyata lebih efektif dengan mengikuti alur atau panduan yang telah
dituangkan dalam modul. Untuk selanjutkan diharapkan ToT ini dilakukan selama 3
hari untuk masing-masing modul.
ToT ini dikuti oleh 20 peserta yang berasal dari Kota Cirebon dan sekitarnya, yang berasal dari latar belakang beragam, dari disabilitas fisik, pendamping desa, ormas agama, kepala desa dan lansia. Proses ToT difasilitasi oleh Bapak Winarno dan Ibu Turisih Widiyowati dari Umah Ramah, berkolaborasi bersama Komisioner Komnas Perempuan
Bapak Bahrul Fuad dan
Ibu Maria Ulfa. Hadir juga sejumlah narasumber, baik dari
pemerintah maupun penggiat disabilitas untuk memperkaya pengetahuan peserta, antara lain: Ibu Deri dari Dinas Kependudukan Kabupaten Cirebon memaparkan pengarusutamaan gender, Ibu Lili dari Dinas Sosial Kabubapten Cirebon menyampaikan program-program disabiltas dan
lansia, Zailani dari BPD Cirebon memaparkan tentang mekanisme penyusunan anggaran desa dan Abdul Mujib dari Forum Komunikasi Disabilitas
Cirebon berbagi pengalaman dalam
melakukan advokasi anggaran yang inklusi.
Sebelum
memulai training, peserta diminta mengisi pre-test. Dari 20 peserta, sejumlah
40% peserta masih memiliki pandangan bahwa kepemimpinan laki-laki adalah
sesuatu yang kodrati. Setelah selesai pelatihan peserta diminta Kembali untuk
mengisi post-test dan hasilnya telah menunjukkan perubahan yang cukup signifikan, meski
masih ada 11% yang tetap berpandangan bahwa laki-laki adalah secara kodrat
adalah pemimpin. Namun demikian, dalam evaluasi dengan metode Most
Significant Change (MSC), perwakilan
peserta menyatakan bahwa dia pikir pemimpin itu hanya laki-laki, tetapi setelah
mengikuti ToT dan belajar gender, ternyata perempuan juga bisa jadi pemimpin,
apalagi salah satu peserta perempuan adalah seorang kuwu atau kepala
desa.
Dalam
rencana tindak lanjut, peserta yang dibagi menjadi tiga kelompok berdasar
wilayah menyusun rencana untuk sosialisasi, edukasi dan advokasi di
organisasinya masing-masing sebagai praktek memfasilitasi dengan materi-materi
yang sudah mereka dapatkan selama ToT. (Tini Sastra -Koordinator Divisi Pendidikan)