Pada tanggal 17-19 Februari 2022 lalu,
bertempat di salah satu hotel di daerah Kota Bekasi, Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengadakan Training of Trainer
Modul Pelatihan Disabilitas, Perempuan, dan Lansia. Kegiatan ini bekerjasama
dengan Bale Perempuan, salah satu mitra pengada layanan Komnas Perempuan untuk
Kawasan Bekasi dan sekitarnya. Bale Perempuan secara aktif memberikan
pendampingan pada perempuan dan anak korban kekerasan, juga melakukan advokasi
isu-isu keberagaman dan inklusifitas.
Tujuan training ini adalah untuk melakukan
ujicoba 3 modul disabilitas dan lansia melalui pelatihan bagi calon fasilitator
(Training of Trainer) di wilayah Bekasi dan sekitarnya, serta menemukenali
kebutuhan-kebutuhan di lapangan untuk menyempurnakan dan memperkaya modul
sebelum digunakan secara luas di wilayah-wilayah lainnya. Tiga modul yang
dimaksud adalah Modul Anggaran Desa yang Responsif terhadap Perempuan
Disabilitas, dan Lansia; Modul Kesehatan Reproduksi dan Anti Kekerasan bagi
Perempuan Penyandang Disabilitas; dan Modul Perlindungan Perempuan Penyandang
Disabilitas dan Lansia.
Proses penyusunan modul telah dilakukan pada tahun 2021 dengan melibatkan
para ahli pada isu-isu disabilitas yang juga berpengalaman dalam melakukan
pendampingan dan advokasi hak-hak disabilitas. Selain itu, dalam penyusunan
modul juga melibatkan mitra komunitas yang juga melakukan advokasi hak-hak
disabilitas.
Peserta ujicoba modul terdiri dari berbagai unsur, antara lain organisasi
penyandang disabilitas, pemerintah daerah, pendamping desa, ormas keagamaan,
dan organisasi ekstra kampus. Dengan beragamnya unsur peserta diharapkan dapat
memperkaya isi modul yang telah dibuat.
Dari ujicoba tahap satu ini dirasakan bahwa modul yang telah dihasilkan
cukup operasional dan relevan dengan keadaan saat ini. Namun tidak dipungkiri
tetap memerlukan penyesuaian-penyesuaian terhadap teknik dan materi agar modul
yang ada dapat lebih baik digunakan kedepannya di seluruh wilayah di Indonesia.
Refleksi yang positif didapatkan dari peserta setelah mengikuti training
tersebut. Dengan metode Most Significant Change (MSC), peserta menyampaikan
perubahan yang disarasakannya bahwa sebelumnya beliau berpikir bahwa kekerasan
terhadap kawan-kawan penyandang disabilitas tidak banyak terjadi di masyarakat,
namun ternyata beragam kekerasan dan diskriminasi yang terjadi. Beliau
berkomitmen untuk lebih peka dengan isu ini kedepannya.
Perubahan lain yang juga dirasakan peserta adalah bahwa sebelumnya beliau menganggap bahwa lansia tidak terlalu dipikirkan dalam reallita, namun ternyata sama halnya dengan perempuan dan penyandang disabilitas, lansia juga sangat perlu dilibatkan dalam setiap proses pembentukkan kebijakan. Kedepannya beliau berkomitmen untuk turut mengkampanyekan isu tersebut.
NQ-Divisi Pendidikan