Pada tanggal 9 Januari 2022, Koalisi Sipil Pengesahan RUU PPRT mengadakan webinar Launching Gerakan Pukul Panci untuk mewujudkan Keadilan Sosial dengan menghadirkan para pemuka agama untuk menyerukan upaya mempercepat pengesahan RUU PPRT. Webinar ini menghadirkan pemuka 7 agama dan kepercayaan di Indonesia yaitu PBNU, Muhamadiyah, PGI, KWI, PHDI, MATAKIN dan MLKI.
Andy Yentriyani selaku Ketua Komnas Perempuan memberikan pengantar bahwa RUU PPRT sudah tertunda 1,5 tahun dalam proses pembahasannya di Baleg. UU PPRT sudah sangat mendesak dan harus direspon oleh pemangku kebijakan. Komnas Perempuan telah mencatat berbagai kekerasan yang terjadi pada PRT. Daftar kerentanan harus direspon negara dengan memberikan kebijakan perlindungan yang lebih baik karena sebagai pekerja berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, kehidupan yang bermartabat, bebas dari diskriminasi dan kekerasan. Hal ini merupakan tanggung jawb yang harus disegerakan oleh negara. Komnas Perempuan berharap akan ada endorsement atau peneguhan dari presiden yang bisa ditindaklanjuti oleh berbagai pihak termasuk para pemuka agama.
Eva Sundari selaku Direktur Institut Sarinah juga memberikan pengantar bahwa PRT naik 50% selama pandemic. Gerakan dengan panci merupakan kepentingan bersama lintas berbagai pihak dan disitulah wajah PRT dan orang yang mempekerjakan mereka semua. Panci melambangkan peran yang signifikan dalam rumah tangga apapun.
Perwakilan PB NU, KH Zulfa Mustofa menyampaikan muktamar isu ini dibahhas dalam 2 komisi (UU dan rekomendasi) dan ingin memberikan masukan dalam RUU ini. NU berkomitmen mendukukng PRT yang mayoritas perempuan ini umumnya terdiskriminasi padahal semua agama memuliakan Wanita. PBNU berkomitmen mengawal hasil muktamar dengan para aktivis dengan seluruh kader dan sumber daya yang dimiliki agar RUU ini segera diundangkan.
Ketua PGI, Pdt. Gomar Gultom, M.Th. menyampaikan bahwa gereja mendukung penghargaan sebagai harkat martabat yang utuh. Mangkraknya smp 18 tahun merupaka lemahnya komitmrn menghargai sesama manusia yang memiliki kodrati manusia. Lemahnya komitemen negara utk melindungi WNI-nya yang bekerja sebagai PRT. Kesejahteraan mereka sangat tergantung pada kebaikan dan kemurahan hati para pemberi kerja. System ini sangat sumir padahal PRT memberikan kontribusi terhadap negara.
Perwakilan KWI, Rm Eka Aldianta OCARM (Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian) , mendesak presiden, secara khusus pada ketua DPR RI mengingat RUU PPRT terkatung-katung selama 18 tahun dibanding RUU yang tentang ekonomi. KWI mendukung pembahasan dan pengesahan RUU PPRT. Secara keseluruhan, kesimpulan dari webinar ini adalah bahwa martabat harus dihargai secara sama; bahwa manusia laki-laki dan perempuan tidak boleh ada pengecualian, keadilan dan kesejahteraan adalah prinsip penting dalam pesan agama bahwa semua manusia adalah saudara. Kesejahteraan rakyat adalah kesejahteraan raja jika rakyatnya sejahtera maka pemimpin negara sejahtera dan pimpinan keluarga juga akan sejahtera.
Dilarang melakukan diskriminasi atas nama apapun karena sejatinya agama/kepercayaan bicara atas nama kemanusiaan yang adil dan beradab. Prinsip melindungi warga negara tanpa kecuali dianjurkan oleh semua agama/kepercayaan. Semua Pemuka agama dan Kepercayaan menyatakan siap akan mengirim surat kepada Presiden dan DPR RI; bagaimana mendorong Presiden untuk mengingatkan pada DPR bahwa RUU ini sudah mangkrak selama 18 tahun sehingga harus segera dibahas dan disahkan.