Pada
27-28 Mei 2021, Komnas Perempuan menyelenggarakan Workshop Integrasi Hak Asasi Manusia Berperspektif Gender dan
Nilai-Nilai Keberagaman dalam Kurikulum Pendidikan SMA di Ambon. Kegiatan
ini bersinergi bersama Dinas Pendidikan Provinsi Maluku, dengan melibatkan
perwakilan guru-guru MGMP mata pelajaran Pendidikan Agama, PPKN, Sejarah dan Bimbingan
Konseling dari Seram Bagian Barat, Maluku Tengah dan Kota Ambon.
Workshop
ini merupakan tidak lanjut dari Lokakarya tahun sebelumnya yang mengenalkan
tentang HAMBG dan bentuk-bentuk ketidakadilan gender di satuan Lembaga Pendidikan. Diharapkan pada
workshop kali ini para guru akan mempraktikkan
langsung mengintegrasikan HAMBG dan nilai-nilai keberagaman dalam Kurikulum
melalui simulasi RPP. Workshop ini diawali dengan kata sambutan dari Wakil
Pimpinan Komnas Perempuan, Olivia Ch Salampessy, yang menekankan pentingnya
pendidikan damai terintegrasi dalam kurikulum pendidikan formal dalam upaya
melahirkan generasi muda yang memiliki kesadaran akan nilai-nilai keberagaman
dan menjunjung tinggi perdamaian. Serta pentingnya mengupayakan sinerginya dengan Dinas Pendidikan
Provinsi Maluku. Sementara itu sambutan dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi
Maluku disampaikan oleh Husein yang menyambut baik dan mendukung penuh inisiatif Komnas
perempuan, siap bersinergi
dalam upaya integrasi nilai-nilai keberagaman dan HAMBG sebagai wujud
pendidikan damai dalam kurikulum
Pendidikan di SMA.
Sebelum
melakukan simulasi integrasi HAMBG dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), peserta mendapat pengayaan materi dari para narasumber, baik dari Komnas
Perempuan, Dinas Pendidikan Provinsi Maluku, dan tokoh Perdamaian dari Maluku.
Dengan pengayaan materi ini diharapkan para guru memiliki bangunan pengetahuan
yang kuat sebagai fondasi mengintegrasikan HAMBG dan nilai-nilai keberagaman
dalam RPP. Poin-poin penting yang disampaikan oleh para narasumber diantaranya
tentang bentuk-bentuk ketidakadilan gender dan pelanggaran HAM di Lembaga
Pendidikan yang disampaikan oleh Alimatul
Qibtiyah. Sedangkan praktik-praktik pendidikan perdamaian serta aktor-aktor yang terlibat disampaikan Maria Ulfa Anshor. Keduanya merupakan Komisioner Komnas Perempuan.
Sementara
itu, Prof. Hasbollah Toisuta, Rektor UIN Ambon purnabakti, menggambarkan secara
utuh tentang keberagaman dari perspektif multikutural dalam masyarakat Maluku
yang banyak memiliki kearifan lokal yang mengajarkan kerukunan dalam
keberagaman antar agama dan suku, seperti pela
gandong bentuk persaudaraan untuk saling menghargai saling membantu
meskipun berbeda
keyakinan; Siwalima sebagai kosmologi
orang Maluku mengandung makna mono dualistik (bersatu dalam perbedaan); Makan patita, sebagai bentuk serimoni
dalam kesyukuran atas capaian sesuatu yang pesannya adalah merayakan
kebersamaan, dll. Hanya saja kearifan
lokal ini dapat terancam dan tergerus dengan masuknya paham agama transnasional dan menguatnya politik
identitas.
Baihajar
Tualeka, Direktur LAPPAN (Lingkar Pemberdayaan
Perempuan dan Anak) Maluku mengajak peserta belajar dari pengalaman mama-mama dari komunitas
yang memiliki peran penting dalam membangun perdamaian paska konflik dengan
menciptakan ruang-ruang perjumpaan dan persahabatan, seperti bazar, wisata
rumah ibadah, papalele, dll. Sementara untuk anak-anak sekolah ada peacesantren merupakan ruang perjumpaan
untuk menumbuhkan nilai-nilai toleransi dan perdamaian pada anak-anak dan
menjalin persahabatan yang dapat diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dukungan
penuh disampaikan oleh Paula
selaku Kabid GTK Disdik Maluku yang menyampaikan peluang dalam integrasi HAMBG
dan pendidikan
perdamaian masuk dalam kurikulum pendidikan.
Bahkan Dinas Pendidikan Maluku telah menyiapkan Bimbingan Teknis untuk program
integrasi pendidikan perdamaian bagi guru-guru.
Workshop
ini telah menghasilkan draft awal dari simulasi integrasi HAMBG dan nilai-nilai
keberagaman ke dalam RPP Pendidikan Agama, PPKN, Sejarah dan Bimbingan Konseling. Dalam
kesepakatan tindak lanjut, guru-guru MGMP akan memfinalisasi draft RPP, nantinya akan
dikonsultasikan bersama Disdik Maluku dan Komnas Perempuan dalam forum
berikutnya. Sedangkan Disdik Maluku sendiri juga sedang menyiapkan Bimbingan
Teknis terkait program integrasi HAMBG dalam Kurikulum.
Selain
pencapaian-pencapaian di atas, workshop ini juga mampu membuat perubahan cara
pandang peserta yang cukup signifikan yang terlihat ketika bersama-sama
melakukan evaluasi menggunakan teknis Most
Significant Change (MSC). Salah satu peserta workshop menyampaikan,
“Sebelum mengikuti workshop saya berpikir bahwa siswi hamil harus dikeluarkan
dari sekolah karena peraturan sekolah memang begitu. Setelah mengikuti workshop
saya akan membela siswi hamil korban kekerasan seksual karena mereka punya masa
depan.” Tentu saja perubahan
cara pandang para guru ini akan sangat menentukan keberhasilan dalam membangun
sistem pendidikan yang
berkeadilan gender, non-diskriminatif, serta menjunjung perdamaian dan
niia-nilai keberagaman. Selain itu, ada peserta juga yang menyampaikan “Sebelum
lokakarya saya pikir, lokakarya ini biasa-biasa saja, ternyata lokakarya ini
cukup mengusik pemikiran saya sebagai laki-laki, maka ke depannya saya akan
damai dengan pasangan saya.”
Puji syukur, acara membawa perubahan ke arah yang lebih baik, semoga ke
depannya akan lebih banyak lagi penerima manfaat dari program-program sinergi
Komnas Perempuan dengan mitra
strategis di berbagai wilayah lainnya. (Tini Sastra
-Koordinator Divisi Pendidikan)