Workshop Penyusunan Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Keagamaan
Komnas Perempuan melalui Subkomisi Pendidikan mengadakan workshop Penyusunan Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi Keagamaan Buddha, Katolik, Hindu, dan Kristen. Acara dilaksanakan pada Kamis dan Jumat, 30 September – 1 Oktober 2021 lalu. Dengan situasi pandemi saat ini, kegiatan dilaksanakan secara hybrid dengan melibatkan perguruan tinggi keagamaan di luar Pulau Jawa dan Bali secara daring, sedangkan peserta di Pulau Jawa dan Bali luring bersama di salah satu hotel di Jakarta.
Kegiatan diawali dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara ketua Subkomisi Pendidikan Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah dengan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu, Tri Handoko Seto; Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Caliadi; dan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Yohanes Bayu Samodro tentang Pengembangan Pendidikan Berperspektif Hak Asasi Manusia dan Kesetaraan Gender di Lingkungan Pendidikan Keagamaan. PKS ini merupakan tindak lanjut nota kesepahaman yang sebelumnya telah di tandatangani oleh Menteri Agama dan Ketua Komnas Perempuan pada Mei 2018 lalu.
Agenda utama workshop adalah penguatan pengetahuan dan penyusunan pedoman PPKS. Tujuan dari kegiatan ini untuk mewujudkan Kawasan Bebas Kekerasan di lingkungan pendidikan keagamaan; membangun pengetahuan bersama tentang pentingnya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Katolik, Kristen, Hindu dan Buddha, serta mengembangkan dan menyusun kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Pendidikan Tinggi Keagamaan, terutama SOP Pencegahan dan Penanganan Korban Kekerasan Seksual.
Sebelum penutupan kegiatan dua hari tersebut, juga ditandatangani nota kesepahaman antara Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Tarutung oleh Lince Sihombing, selaku rektor dan Komnas Perempuan yang diwakili oleh Olivia Chaddijah Salampessy selaku wakil ketua. Nota kesepahaman ini berisi tentang pendidikan, pelatihan, penelitian, kajian, praktik kerja lapangan, dan pengabdian kepada masyarakat yang mengintegrasikan Hak Asasi Manusia Berperspektif Gender; tukar menukar informasi dan sosialisasi dalam rangka penghapusan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan; Mengembangkan dan menguatkan kebijakan dan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan di lingkungan kampus.
Pada akhir acara, seorang peserta memberikan testimoni bahwa sebelum mengikuti workshop ini, beliau tidak paham secara detail tentang kekerasan seksual dan meyakini bahwa di kampusnya tidak terjadi kekerasan seksual. Namun setelah berproses dalam workshop, beliau mengatakan bahwa kemungkinan ada kekerasan seksual di kampusnya tapi belum ada yang melapor karena belum adanya aturan yang jelas di kampus, sehingga SOP PPKS adalah sebuah kebutuhan. Dengan komitmen dan kerjasama baik ini diharapkan tercipta Lembaga Pendidikan yang bebas kekerasan, khususnya kekerasan terhadap perempuan *)